Maafkanlah

Tiba-Tiba sore ini pengen nyanyi lagu Crhisye.. passss bangeeet...

Masih adakah satu kemungkinan
Bagi diriku dengan dirimu
Menjalin cerita berbagi suka duka
Walau kita pernah saling mencinta

Bila di sana di depan mata
Tirai menghalangi perjalanan ini
Kiniku mengerti dan dapat merasakan
Apa yang kurasa disaat ini

Mengapa ini harus terjadi
Kita bertemu saat dirimu
Taklagi sendiri cobalah engkau sadari
Mana mungkin lagi kita berdua
Kan menyatu...........

Maafkanlah diriku kasih..

Faktor Kontijensi pada Implementasi SIAKD



Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah merupakan paradigma yang berbeda dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di daerah bila dibandingkan dengan prinsip sentralisasi. melalui otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki otonomi yang lebih luas untuk mengelola sumber-sumber ekonomis daerah secara mandiri dan bertanggungjawab sehingga hasil pengelolaan sumber ekonomis tersebut dapat lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Salah satu letak perbedaan mendasar dalam otonomi daerah adalah terletak pada aspek akuntabilitas Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan sumber-sumber ekonomis. Sebelum otonomi daerah akuntabilitas pengelolaan keuangan (termasuk pengelolaan sumber-sumber ekonomis tersebut) bersifat vertikal kepada Pemerintah Pusat, setelah otonomi daerah akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah lebih bersifat horizontal kepada masyarakat yang ada di daerah. Pengelolaan sumber-sumber ekonomis erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah yang merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada publik di daerah.

Dalam upaya mencapai good goverment governance, pemerintah terus mengintensifkan langkah-langkah dalam pengelolaan keuangan daerah. Melalui berbagai Peraturan dan Undang-Undang, pemerintah terus meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas dalam mengelola keuangan daerah. Hal ini ditujukan dalam rangka mendapatkan kepercayaan publik dalam pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu ranah publik yang saat ini mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat. Kondisi ini dipicu oleh maraknya kasus-kasus korupsi baik dalam bentuk suap maupun mark up dana proyek pemerintah dan berbagai bentuk kecurangan lainnya.

Pemerintah menterjemahkan tanggungjawab atas keuangan yang dikelolanya dalam bentuk penyampaian laporan keuangan. Untuk membantu penyusunan laporan keuangan, pemerintah membuat sistem akuntansi keuangan daerah. Sistem ini tentu saja sejalan dengan amanah Peraturan dan Undang-Undang yang mengatur hal ini. Dalam pengembangan sistem informasi akuntansi, pemerintah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 dan disempurnakan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan tersebut berusaha menyempurnakan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya tentang pengelolaan keuangan daerah. Peraturan ini berusaha mengarahkan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan. Implementasi sistem informasi keuangan daerah diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat tentang transparansi dan akuntabilitas lembaga sektor publik (Mardiasmo 2002).

Saat ini sistem informasi keuangan daerah yang diterapkan di Indonesia sudah diseragamkan. Sistem ini dibangun dengan bekerjasama dengan pihak pengembang sistem untuk memperoleh sistem yang andal. Tujuan keseragaman ini untuk memperoleh laporan keuangan yang online dan mudah diakses baik dipusat maupun daerah. Namun dalam implementasinya, banyak daerah yang masih belum menggunakan sistem yang baru. Hal ini tentu saja menghambat penerapan sistem yang seragam untuk seluruh wilayah Indonesia. Peneliti mengamati implementasi sistem di pemerintah daerah Sumatera Selatan baik dilingkungan provinsi dan beberapa kabupaten/kota. Pada wilayah Sumatera Selatan, terdapat beberapa pemerintahan daerah yang menerima dan ada yang menolak. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa terjadi hal demikian, padahal pemerintah pusat sudah memberikan beberapa dukungan untuk implementasi sistem. Dukungan tersebut antara lain diberikannya sofware sistem, disediakannya fasilitas komputer dan tenaga ahli untuk menjadi field support di masing-masing daerah. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui faktor-faktor perilaku dari pengguna sistem dalam pemanfaatan sistem yang baru.

Menurut pendapat Szajna dan Scammel (1993), kesuksesan pengembangan sistem informasi sangat tergantung pada kesesuaian harapan antara sistem analis, pemakai (User), sponsor dan costumer. Demikian pula Bodnar dan Hopwood (1995), berpendapat bahwa perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi, tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasional. Hal ini diperkuat oleh temuan McDermott (1987) bahwa terdapat kira-kira tiga puluh persen kegagalan pengembangan sistem informasi baru diakibatkan tidak memperhatikan aspek organisasional. Perubahan perilaku dan organisasional ini dapat berupa resistance to change. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi memerlukan suatu perencanaan dan implementasi yang hati-hati.

Untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan (resistance to change) maka diperlukan adanya partisipasi dari pemakai (Ginzberg, 1981; Szjana dan Scammel, 1993; Lawrence dan Low, 1993; Hunton dan Kenneth, 1994; McKeen dkk, 1994; Muntoro, 1994; Choe, 1996). Harapan dari berpartisipasinya pemakai dalam pengembangan sistem informasi adalah agar pemakai dapat memperoleh kepuasan atas sistem yang dikembangkan. Ives dan Olson (1984) melakukan telaah terhadap tujuh penelitian mengenai hubungan antara partisipasi pemakai dengan kepuasan pemakai, memperoleh hasil bahwa dua penelitian menunjukkan hasil yang positif, empat penelitian menunjukkan hasil negatif dan satu penelitian hasilnya mixed. Hasil yang tidak jelas (equivocal), ini disebabkan terbatasnya teori dan tidak lengkapnya metodologi. Demi merekonsiliasi kondisi tersebut, beberapa peneliti menggunakan pendekatan kontinjensi yang secara sistematis mengevaluasi berbagai kondisi atau variabel-variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi pemakai dalam pengembangan sistem informasi dengan kepuasan pemakai atas sistem tersebut. Ada banyak faktor yang kontinjensi yang dianggap berpengaruh pada hubungan antara partisipasi pemakai dengan kepuasan pemakai. Namun, dalam penelitian ini difokuskan pada lima faktor kontinjensi yaitu dukungan manajemen puncak, komunikasi pemakai – pengembang, kompleksitas tugas, kompleksitas sistem, dan pengaruh pemakai (user influence).

Peneliti memfokuskan pada lima faktor kontinjensi tersebut dikarenakan adanya research gap antara temuan penelitian yang dilakukan olehMcKeen (1994) dengan Grahita Chandrarin (1997), yakni menurut McKeen kompleksitas tugas sebagai pure moderator, sedangkan menurut Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro kompleksitas sebagai independent predictor. Research gap ini terjadi pada temuan penelitian McKeen (1994) dengan temuan penelitian Nurika Restuningdiah (1999), yakni temuan McKeen menunjukkan bahwa pengaruh pemakai sebagai Independent Predictor, sedangkan temuan Nurika Restuningdiah menunjukkan bahwa pengaruh pemakai sebagai quasi moderator. Demikian pula kontradiksi temuan terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh McKeen (994) dengan penelitian yang dilakukan oleh Robey dan Farrow (1982), yakni pengaruh pemakai dilaporkan McKeen sebagai independent predictor, sedangkan oleh Robey dan Farrow, pengaruh pemakai dilaporkan sebagai moderating variabel. Kontradiksi ini terjadi pula pada temuan penelitian Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro (1997) dengan temuan penelitian Nurika Restuningdiah (1999), yakni kompleksitas tugas oleh Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro dilaporkan sebagai independent predictor, sedangkan oleh Nurika Restuningdiah, kompleksitas tugas sebagai quasi moderator. Sementara temuan para peneliti ini menunjukkan pengaruh positif partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai, dengan besarnya pengaruh yang berbeda-beda dan fluktuatif.

Penelitian yang menguji tentang faktor-faktor psikologi telah dilakukan oleh Primasari dkk (2008). Penelitian tersebut menguji tentang variabel anteseden dan konsekuensi implementasi sistem informasi keuangan daerah pada propinsi Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa adaptasi pegawai dan pengaruh disain sistem berpengaruh terhadap implementasi sistem informasi dan pada akhirnya akan menciptakan kepuasan pegawai dan dihasilkannya kinerja yang tinggi.

Beberapa penelitian sebelumnya tersebut menggunakan setting pada organisasi privat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada pada penelitian Yusnaini (2008)menguji bagaimana jika teori-teori mengenai pengaruh partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai sistem informasi yang berada pada organisasi sektor publik. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada lembaga pemerintahan daerah Sumatera Selatan dengan pegawai pemerintah sebagai subjek penelitian. Adapun teknologi informasi yang diteliti adalah penggunaan sistem informasi keuangan daerah.

Hasil Penelitian Yusnaini (2008) menunjukkan bahwa (a) Pengaruh partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai dalam pemanfaatan sistem informasi keuangan daerah di pemerintahan daerah Sumatera Selatan hanya sebesar 15% saja. Hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor-faktor lain (sebesar 85%) yang mempengaruhi kepuasan pemakai sistem informasi akuntansi keuangan daerah; (b) Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Dukungan Manajemen Puncak berpengaruh positif terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (c)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Pengaruh Pemakai berpengaruh positif terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (d)Sedangkan interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Komunikasi Pemakai Pengembang tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (e)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Kompleksitas Sistem tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (f)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan kompleksitas Tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (g)Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya mungkin saja karena karakteristik organisasi sektor publik (pemerintahan) berbeda dengan seting organisasi penelitian sebelumnya yang merupakan organisasi privat.

Sumber: Yusnaini. 2008. Pengaruh Partisipasi Pemakai Terhadap Kepuasan Pemakai Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) pada Pemerintahan Daerah Sumatera Selatan. Penelitian Dosen dengan Dana Hibah Kopertis Wilayah II Tahun Anggaran 2008. Unpublish. Palembang.

Fairness and Referent Cognitions Theory

Setiap organisasi mengharapkan agar anggaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Namun penentuan target anggaran dan proses penetapannya merupakan dua faktor penting yang harus diperhatikan. Secara umum, seseorang akan membandingkan anggaran yang ditetapkan atas dirinya dengan pihak lain yang setara. Hal ini menimbulkan persepsi keadilan atas target maupun proses penentuannya. Dengan demikian persepsi keadilan ini menjadi pendorong untuk berkinerja dengan baik. Persepsi individu terhadap fairness atau keadilan baik dalam target maupun prosesnya menjadi motivasi bagi individu untuk mencapai anggaran yang telah ditetapkan (Libby 1999; Wetzel 1999; Lindquist 1995). Salah satu teori yang menguji mengenai fairness adalah teori Referent Cognitions. Menurut teori referent cognitions, interaksi antara fairness terhadap target anggaran dan fairness pada proses penentuan target anggaran merupakan perpaduan yang dapat menimbulkan motivasi dalam mencapai anggaran.

Menurut Folger (1986), ketika target anggaran ditentukan secara fair, maka informasi mengenai proses penentuannya menjadi tidak penting dalam memotivasi pencapaian target. Dilain pihak, ketika target anggaran ditentukan dengan unfair, maka individu akan berusaha mencari informasi mengenai bagaimana proses penentuan target anggaran tersebut. Jika hal itu dihasilkan dari proses yang tidak fair, maka individu menjadi merasa sangat marah, sehingga kurang termotivasi untuk mencapai target anggaran (Cropanzano dan Folger 1991).

Bazerman (1994) mengemukakan bahwa manusia sangat peduli dengan fairness yang dapat mempengaruhi keputusan dan kehidupan mereka. Segala sesuatu akan mengarahkan judgment seseorang mengenai apa dipikirkan mengenai rasa adil tersebut. Fairness mengacu pada pemahaman mengenai bagaimana proses kognitif membentuk perasaan marah, cemburu dan ineffisiensi. Fairness dapat ditinjau dari dua elemen yaitu pada outcomes dan pada prosesnya.

Kahneman, Knetsch dan Thaler (1986) menguji fairness pada seting eksperimen mengenai supply dan demand. Studi tersebut menunjukkan bahwa pertimbangan fairness dapat mendominasi pilihan rasional dalam pengambilan keputusan ekonomis. Studi Lindquist (1995) menunjukkan bahwa proses yang fair didefinisikan melalui partisipasi subordinate pada setting penetapan target anggaran dan aspek dari proses penganggaran lainnya dimanipulasi. Shields and Shields (1998) menguji pengaruh partisipasi dalam penganggaran pada beberapa perbedaan outcomes termasuk kinerja dan penciptaan slack anggaran.

Brockner dan Wiesenfeld (1996) mereview 45 studi mengenai reaksi individu terhadap keputusan alokasi sumber daya. Studi tersebut menghubungkan persepsi mengenai fairness terhadap hasil dari proses alokasi, proses alokasi itu sendiri dan keluasan berbagai variasi hasil psikologi termasuk komitmen, trust, intention turnover dan job satisfaction. Review tersebut menduga adanya interaksi pengaruh yang konsisten sesuai dengan prediksi teori referent cognition.

Studi ini menggunakan prediksi yang didasarkan pada teori referent cognition yaitu adanya perbandingan referential pada alokasi outcome dan proses dalam memotivasi fairness judgments. Bazerman (1994) mengemukakan bahwa fairness dapat dilihat dengan cara membandingkan outcome yang kita terima dengan apa yang seharusnya diterima. Cara lain adalah dengan membandingkan outcome yang kita terima dengan outcome yang diterima pihak lain yang setara (referent).

Menurut teori referent cognition, ketika individu menerima hasil yang tidak fair, judgment mereka menjadi melekat pada referent atau pihak lain (Folger 1986). Karena itu, seseorang akan membandingkan outcome yang mereka terima dengan referent outcome, misalnya outcome yang seharusnya mereka terima atau yang diterima oleh orang lain dengan posisi yang setara, dengan input yang relatif sama dengan input pihak lain (Adam 1965). Jika referent outcome mengindikasikan suatu hasil yang tidak memuaskan yang diterima seseorang dan outcome yang dirasakan seharusnya diterima sama dengan pihak lain, maka hal ini akan menimbulkan kemarahan dan kecemburuan.
Penelitian Yusnaini (2008) berusaha menguji prediksi dari teori referent cognitions dalam kontek akuntansi pada penilaian kinerja berbasis anggaran dengan incentive contract. Pada seting ini, outcome dari proses alokasi didefinisikan sebagai target anggaran yang harus dicapai oleh individu dan proses alokasi mengacu pada proses yang digunakan dalam penentuan target anggaran.

Lindquist (1995) menguji outcome dari fair dan unfair target anggaran dan proses penentuan target dari prespektif teori referent cognition. Hasilnya memprediksi kombinasi dari subordinate voice (tanpa pengaruh) dan vote (dengan pengaruh) dalam proses penganggaran akan menghasilkan kinerja yang tinggi dibandingkan voice saja, vote saja atau tidak ada input ketika budget target diterima. Kedua, Lindquist (1995) memprediksi voice saja akan menghasilkan kinerja yang tinggi dibandingkan voice atau vote saja ketika unfair budget target diterima. Hasil ini gagal mendukung prediksi utama atau pengaruh interaktif fairness terhadap budget target dan bentuk dari partisipasi penganggaran terhadap kinerja.

Untuk melengkapi teori referent cognition, diajukan teori alternative yaitu goal theory. Teori ini mengemukakan bahwa jika suatu goal tidak dapat dicapai (unattainable), maka hal itu tidak akan dapat diterima oleh subordinate (Locke 1982). Dengan demikian, unattainable goals tidak akan memiliki pengaruh terhadap subordinate, justru akan menurunkan motivasi untuk berkinerja (Locke 1982). Berdasarkan goal theory, kinerja turun ketika target anggaran unfair (unattainable) dibandingkan ketika target anggaran fair (attainable).

Folger (1986) menguji teori referent cognition dengan menunjukkan adanya reaksi negatif dari kombinasi unfair outcome yang dihasilkan dari suatu process yang unfair (Folger 1986). Meskipun Brockner dan Wiesenfeld (1996), menemukan pengaruh positif dari fair process pada reaksi individu dengan unfair outcome. Hasil ini tidak bisa diprediksi oleh teori referent cognition. Cropanzano dan Folger (1989) memperluas teori referent cognition untuk menguji pengaruh unfair outcome sebagai hasil dari prosedur yang fair. Ketika unfair outcome dihasilkan dari prosedur yang fair, individu akan memandang outcomes sebagai anomali (Folger 1986) atau mengatribusikannya sebagai hal yang menentang organisasi (Cropanzano and Folger 1991). Cropanzano dan Folger (1989) menemukan ketika unfair outcome dihasilkan dari prosedur yang fair, individu tidak mengexpresikan banyak kemarahan terhadap hal itu. Seseorang akan tetap termotivasi untuk berkinerja dan tidak terpengaruh oleh outcome yang tidak fair.

Dengan menggunakan 88 orang mahasiswa kelas eksekutif di kota Palembang dan metode eksperimen, hasil penelitian Yusnaini (2008) menunjukkan bahwa pengaruh motivasional dapat dihasilkan bukan hanya melalui keterlibatan dalam proses penganggaran, tetapi juga melalui tindakan untuk berkomunikasi mengenai perlakuan seseorang berkaitan dengan pihak lain dalam kelompoknya. Incentive contracting yang ditawarkan oleh organisasi dapat memotivasi kinerja meskipun proses dalam penentuan target tidak fair. Incentive contract dapat menjadi faktor yang dapat menjelaskan perbedaan kinerja diantara grup eksperimen.

Sumber: Yusnaini. 2008. Analisis Fairness dan Incentive COntract Terhadap Kinerja Berbasis Anggaran: Pengujian Empiris atas Referent Cognitions Theory. Proceeding Simposium National Akuntansi 11. Pontianak.

Distributive and Procedural Justice


Keadilan Distribusi (Distributive Justice) Persepsian

Distributive Justice diturunkan dari Equity Theory (Adams, 1965). Premise equity theory mengemukakan bahwa seseorang cenderung untuk menilai status sosial mereka dengan penghasilan seperti rewards dan sumberdaya yang mereka terima (Greenberg, 1987). Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu pada kewajaran terhadap aktual outcome seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja (Gilliland, 1993; Adams, 1965). Hal ini menunjukkan bahwa respon sikap dan perilaku terhadap penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang didasarkan pada persepsi mengenai keadilan (Walster et al., 1978).

Pendapat mengenai distributive justice terbentuk ketika suatu kelompok membandingkan penghasilan mereka dengan pihak lain (Anderson et al., 1969). Teori relative deprivation (Crosby, 1976) yang merupakan bagian dari distributive justice mengemukakan bahwa dalam konteks organisasi, individu membandingkan pembagian alokasi sumberdaya untuk mereka dengan pembagian untuk pihak lain. Persepsi selanjutnya terhadap ketidakcukupan (relative deprivation) dapat menyebabkan reaksi turunnya kepuasan dan mengurangi kinerja seseorang atau kelompok.

Keadilan Prosedural (Procedural Justice) Persepsian

Teori keadilan prosedural menguji pengaruh prosedur pengambilan suatu keputusan terhadap sikap dan perilaku (Walker, et al., 1974). Thibaut dan Walker (1975) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan dapat sangat berpengaruh terhadap penerimaan mengenai hasil suatu keputusan. Oleh karena itu, ada kalanya seseorang tidak setuju dengan hasil suatu keputusan tetapi dapat menerima keputusan tersebut karena proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan adil. Dalam hal ini, proses yang adil menjadi norma yang diterima umum terhadap perilaku baik dalam konteks sosial maupun dalam konteks proses pengambilan keputusan organisasi.

Satu konstruk penting dalam teori keadilan prosedural adalah “process control” atau “voice effect” (Folger, 1977). Diberikannya kesempatan kepada bawahan untuk mengemukakan keinginan, opini, pandangan dan preferensi mereka sebelum suatu keputusan dibuat akan dapat meningkatkan pengertian mereka tentang proses yang adil (Brett, 1986). Secara psikologis, voice effect memberikan suatu perasaan bagi bawahan bahwa mereka turut mengendalikan hasil suatu keputusan. Penelitian terhadap orientasi pengendalian ini telah di uji di berbagai setting eksperimen yang hasilnya menunjukkan kecenderungan terhadap voice effect (Lindquist, 1995). Hal ini terutama terjadi ketika bawahan diperbolehkan berpendapat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga sikap (seperti proses yang adil, kepuasan akan hasil, dan komitmen dengan hasil) dan respon perilaku dapat secara positif meningkat (Hunton & Beeler, 1997).

Sumber: Yusnaini. 2007. Peran Keadilan dan Manfaat Persepsian Terhadap Tingkat Kepuasan dan Komitmen Karyawan Departemen Akuntansi (Studi Eksperimental). Proceeding Simposium Nasional Akuntansi X. Juli 2007. Makasar.

Ribet


Wah.. udah hampir seminggu gak posting tulisan baru, kangen juga ngeblog lagi.
Seminggu ini lagi konsen nyusun proposal penelitian. Tanggal 15 besok terakhir pengumpulan berkas. Sudah semingguan ini tidurku minimalis banget. Alhamdulillah dari kemaren, urusan udah beres. Ketik-ketik, jilid-jilid, minta tandatangan sana sini, bakar CD, siiipp... urusan ok. Besok bisa dikirim.

Tapi...
Karena penyerahan berkas ini harus kolektif, maka akupun mesti terlibat sangat dalam untuk membereskan segala urusan. Kenapa ya, klo urusan yang bareng-bareng begini, selalu saja gak bisa jadi orang yang terima beres. Udah diseting-seting untuk menghindar tapi akhirnya kena juga. Kadang kesel juga, kenapa mesti jadi sibuk sendiri. Tapi yeeaaah gakpapalah itung-itung amal, toh aku juga punya kepentingan disitu.

Nah, diantara berbagai kerumitan dan keribetan urusan itu, ada hal yang sangat-sangat aku sesali. Terjadi miss persepsi, miss understanding dan miss miss lainnya (yang pasti bukan miss univers laaah..)
Entahlah, sulit aku jelaskan, sulit pula dideskripsikan apa sebenarnya yang menjadi masalah. Apa pula yang menjadi kendala...

Sehingga muncul kemarahan, kekesalan dan kebencian "oknum-oknum" tertentu.
Bingung niiih...
Apa salahnya membagi informasi yang memang sama2 dibutuhkan, yang notabene informasi itu bisa di download oleh seluruh manusia di muka bumi ini. Apa salahnya kalo semua menjadi lebih cepat, efisien dan sederhana. Apa salahnya kalau membantu memfasilitasi untuk mempermudah kepentingan bersama. Dengan demikian urusanku pun menjadi lebih lancar. Meskipun sebenernya gak niat banget merepotkan diri begitu.. Pusing jadinya....

Intinya,
Sebenarnya tidak ada yang harus dipermasalahkan, tidak ada yang harus ditakutkan. Setiap orang berhak melakukan ikhtiarnya, dan Allah lah yang mengatur rezekinya.
Kebersihan hati benar-benar harus dijaga, keihlasan harus benar-benar dipertahankan dalam menghadapi situasi seperti ini. Kalau setiap orang bisa berbesar hati, dan sedikit merendahkan hati, aku yakin tidak akan terjadi kesalahpahaman seperti itu.

Yaaahh.... ternyata niat baik tidak selalu disambut dengan baik.
Cara yang baik pun kadangkala diartikan berbeda. Hal-hal seperti ini kadangkala membuat kapok n trauma untuk melakukan sesuatu. Seringkali aku berpikir, diam dan fakum untuk menghindari konflik adalah jalan terbaik. Capek hati rasanya..
Hanya keyakinanlah yang menguatkan bahwa amal dan kejahatan tidak akan pernah tertukar. Semua memiliki ukuran dan nilai masing-masing.

Keep smile...

Pusiiiingggg...


Hari ini pusing banget kepalaku, apa karena laper ya he...he... secara hari ini puasa dengan sahur yang sangat minimalis. Untung kelas pagi udah beres. Jadi pusingnya gak mengganggu aktivitas kelas.

HHmmm... padahal mesti kerja sampe malem nih. Masih ada 2 kampus lagi yang mesti dikunjungi. Kadang-kadang males banget mo melompat sana sini, Pengennya sih bisa konsentrasi di satu titik aja.. Tapi kelasnya nge-full, biar salarynya juga full he..he...

Klo dipikir-pikir repot juga jadi dosen terbang, kata temen2 thawaf keliling kota, kadang-kadang bingung sama mahasiswanya n mata kuliahnya nya. Klo pas mhs telpon tuh mesti jelas-jelas kasih identitas diri, klo gak, bakal bingung tuh. Terkadang juga lupa dengan jadwal ujian, eh pernah udah janji mid tes sm mhasiswanya tapi soal nya gak siap, kan jadi malu tuuuhh....

Yeeahhh.... dinikmatin aja deh, ini adalah pilihan karir yang aku sukai. Tentu saja aku juga harus manut dengan segala konsekuensinya.

Kapitalisme dan Ketamakan


Kapitalisme seringkali diasosiasikan dengan pelit, perilaku mementingkan diri sendiri, tetapi apakah ini hanya merupakan tuduhan? Para peneliti telah menjalankan beberapa variabel dalam penelitian berikut. Dua pemain yang dipilih secara acak yang saling tidak mengenal ditempatkan di ruangan yang berbeda. Pemain pertama diberikan $100 dan diminta untuk membagi uangnya, berapa pun, dengan pemain kedua. Pemain pertama dapat mengajukan pembagian $100/$0, $80/$20, $50/$50, atau kombinasi yang lain. Meskipun demikian, dalam aturan percobaan, pemain kedua diperbolehkan menolak tawaran dan dalam hal ini, kedua pemain tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dimainkan hanya sekali untuk setiap pasangan pemain.

Apa yang dilakukan oleh orang yang tamak? Pemain pertama yang tamak dan pelit beralasan bahwa pemain kedua akan bersedia menerima penawaran yang sekecil mungkin, katakanlah $10, karena $10 sudah lebih baik daripada tidak sama sekali. Meskipun demikian, dalam pengulangan percobaan, oang yang berperan sebagai pemain pertama biasanya jauh lebih berbaik hati daripada contoh ekstrem tersebut, dan orang yang berperan sebagai pemain kedua kadang menolak tawaran yang kecil, meskipun keduanya akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Lebih menarik lagi, respons antarkultur ternyata berbeda.

Ketika percobaan dilakukan pada petani dari Hamilton, Missouri, pemain pertama menawarkan rata-rata $48-sangat dekat dengan pembagian 50/50. Sebaliknya, rata-rata yang ditawarkan oleh pemain pertama dari suku Indian Quichua di Peru hanya $25. Indian Quichua merupakan subsistem dari masyarakat yang bertani dengan sistem tebas bakar (slash-and-burn)dengan sedikit perdagangan, sementara petani Hamilton, Missouri, hidup dalam perekonomian pasar kapitalis yang sangat berkembang. Percobaan ini juga diulang dibeberapa komunitas di seluruh dunia, dan secara konsisten menghasilkan kesimpulan bahwa ketamakan (rata-rata sedikit bagian yang ditawarkan oleh pemain pertama) diasosiasikan dengan masyarakat bukan pasar, prakapitalis. Sebaliknya, secara umum pada masyarakat yang berada di ekonomi lokal yang telah berkembang, tawaran pemain pertama mendekati pembagian 50/50.

Tidak jelas apa penyebab dan akibatnya. Apakah pasar membuat orang bertindak lebih tidak tamak atau penindasan dari ketamakan yang dibutuhkan sebagai prasyarat ekonomi pasar yang telah berkembang? Pada setiap tingkatan, ketamakan yang berlebihan kelihatannya lebih merupakan ciri dari orang yang hidup dalam masyarakat yang kurang berkembang, prakapitalis, daripada mereka yang hidup dalam perekonomian yang sudah berkembang.

Sumber : David Wessel. "Capital: The Civilizing Effet of The Market". The Wall Street Journal. 24 Januari 2002. Hal. A1.

Di Mana Anda Hendak Bekerja?


Akhir-akhir ini semua eksekutif mengklaim bahwa perusahaan mereka memilikistandar etika yang tinggi; tetapi tidak semua eksekutif menjalankan apa yang mereka katakan. Karyawan biasanya mengetahui kapan eksekutif puncaknya mengatakan suatu hal dan melakukan hal yang lain, dan mereka juga tahu perilaku tersebut merugikan pihak lain. Bekerja di perusahaan di mana manajemen puncaknya hanya memberikan sedikit perhatian pada aturan etikanya sendiri menjadi sangat tidak menyenangkan. Beberapa ribu karyawan di berbagai organisasi telah ditanya apakah mereka bersedia merekomendasikan perusahaannya untuk karyawan yang prospektif. Secara keseluruhan, 66% mengatakan mereka bersedia. Diantara mereka yang mempercayai bahwa manajemen puncak selalu berusaha untuk memenuhi standar etika perusahaan yang telah ditetapkan, jumlah yang merekomendasikan melonjak menjadi 81%. Tetapi, diantara mereka yang yakin bahwa manajemen puncak tidak memenuhi standar etika perusahaan yang telah ditetapkan, jumlah yang merekomendasikan hanya sebesar 21%.

Sumber: Jeffery L. Seglin. "Good for Goodness' Sake". CFO. Oktober 2002. Hal. 75-78.

Kisah "Chainsaw" Mengenai Etika


Al Dunlap dijuluki eksekutif yang mampu membuat semuanya mungkin dan memiliki spesialisasi untuk membenahi perusahaan-perusahaan sekarat. Dia memiliki pernyataan yang sangat sensasional "Jika kamu butuh teman, belilah Anjing. Saya sudah punya dua". Akhirnya praktik menyimpang dari taktik bisnisnya mulai terungkap sesudah kekacauan yang terjadi di Sunbeam. Sunbeam adalah perusahaan yang ia ambil alih dan duduk sebagai CEO tetapi dua tahun kemudian ditinggalkan dengan kondisi berantakan. Pada awalnya, ia mampu menunjukkan kinerja perbaikan yang konsisten di Sunbeam, tetapi trik yang digunakan akhirnya ketahuan juga. John A. Byrne menggambarkan apa yang telah terjadi:

"Menginjak kuartal keempat, ketika semakin sulit untuk memenuhi target laba, teknik dan pendekatan baru digunakan. Pendekatan tersebut pada dasarnya menyimpang. Cara tersebut diberi nama "Penugasan". Kersh (CFO Sunbeam) dan Dunlap mengumpulkan para eksekutif dan meminta masing-masing untuk menggunakan angka yang telah dipersiapkan dalam menjalankan bisnisnya. Jika ada kekurangan di satu sisi akan ditutupi dengan meminta bagian lain untuk melakukan perubahan sehingga target-target yang disampaikan Dunlap kepada Wall Street dapat terpenuhi.

"Mereka akan mengatakan, "AKu tidak peduli terhadap rencanamu. Aku juga tidak peduli atas hasil bulan lalu", ujar Dixon Thayer, kepala penjualan internasional. "Kami minta Anda untuk menggunakan angka ini". Russ (Kersh) akan memberi angka penjualan dan laba dan mengatakan..... hidupmu akan tergantung pada angka tersebut. "Angka-angka itu sangat tidak berdasar dan tidak masuk akan".

Untuk mempertahankan pekerjaan mereka, beberapa manajer Sunbeam mulai melakukan berbagai penyimpangan. Komisi yang mestinya dibayarkan kepada para agen penjualan mulai tidak dibayar.... Menjelang musim liburan, usaha untuk memoles angka tersebut menjadi semakin sulit..... Perusahaan menawarkan barang kepada toko-toko eceran enam bulan sebelum mereka membutuhkannya. Para pemilik toko eceran tidak harus membayar ataupun mengambil barang tersebut selama enam bulan.

Dengan tata cara yang seringkali aneh dalam interpretas akuntansi, Kersh jarang bertindak secara konservatif selama menjabat sebagai CFO di Sunbeam. Dia selalu membusungkan dada dan menunjukkan bahwa dialah "pusat laba terbesar" perusahaan. Dalam pertemuan para eksekutif, Dunlap mengatakan: "Jika bukan karena Russ dan tim akuntansi, kita ini bukanlah apa-apa". Beberapa eksekutif mendengar Dunlap menyuruh bawahannya "Gunakan angka itu, dan Russ akan menutupinya".

Daeirda DenDanto, saat itu berusia 26 tahun, baru saja dipekerjakan di departemen internal audit perusahaan, mengungkapkan praktik menyimpang yang dilakukan perusahaan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi yang dibuatnya. Akhirnya dia mengundurkan diri setelah gagal mengungkap praktik kotor perusahaan. Beberapa bulan berikutnya, praktik menggelembungkan laba tersebut terungkap, dan terjadi kehebohan di dewan direktur. Kerugian perusahaan pada tahun tersebut mencapai $1 miliar dan harga saham terperosok ke $6 per lembar dari sebelumnya $53 per lembar. Perusahaan dan seluruh karyawan harus menanggung kerugian tersebut.

Sumber: John A. Byrne. "Chainsaw: He Anointed Himself America's Best CEO. But Al Dunlap Drove Sunbeam into Ground". Business Week. 18 Oktober 1999. Hal: 128-149.

Hilangnya Panutan


Beberapa pihak berargumen bahwa perubahan peran akuntan manajemen dan CFO telah menjadi terlalu jauh dalam beberapa tahun terakhir. Don Keough, mantan eksekutif Coca_Cola, menyatakan bahwa, "Pada saat itu, CFO pada dasarnya adalah pemikir, pintar dan sempurna. Membawakan berita baik bukanlah fungsi dari mereka. Mereka adalah pembica yang jujur".

Tapi semua itu berubah di akhir tahun 1990-an di beberapa perusahaan. CFO menjadi juru bicara perusahaan, mengarahkan analis saham dalam perkiraan keuntungan kuartalan- dan meyakinkan bahwa perkiraan keuntungan tersebut telah disesuaikan dengan segala hal yang dirasa perlu, termasuk trik akuntansi, dana dalam beberapa kasus kecurangan yang terjadi.

CFO di beberapa perusahaan seperti Enron yang diklaim terlibat dalam praktik korupsi menjadi tertuduh dan ditahan oleh pihak yang berwajib. Apa yang dibutuhkan? Integritas diri yang lebih besar dan berkurangnya tekanan untuk memenuhi estimasi laba kuartalan.

Sumber: Jeremy Kahn. "The Chief Freaken Out Officer". Fortune. 9 Desember 2002. Hal: 197-202.

Kendala Merupakan Kunci


Pabrik Lessines milik Baxter International membuat produk medis berupa kantong steril. Manajemen perusahaan tahu benar bahwa mereka harus aktif mengelola kendala yang dihadapi. Sebagai contoh, pada saat perusahaan mengalami kendala bahan baku, manajemen akan mencari pemasok lain dan membeli bahan baku dari mereka, meskipun harus membeli dengan harga lebih mahal.

Ketika mesin menjadi, mereka sering menambahkan shift pada akhir minggu atas mesin tersebut. Jika mesin tertentu menjadi kendala yang sangat besar, dan manajemen telah kehabisan akal untuk menggunakan mesin tersebut secara lebih efektif, mereka akan membeli kapasitas tambahan.

Sebagai contoh jika sebuah mesin pres plastik menjadi kendala, maka mesin pres plastik yang baru akan dibeli. Bahkan sebelum mesin pres tersebut datang, manajemen telah memutuskan bahwa dalam rangka menambah kapasitas kendala berikutnya ada pada mesin adonan. Oleh karenanya mereka telah menyusun rencana untuk merancang mesin adonan baru. Dengan selalu memikirkan dan berfokus pada kendala yang dihadapi, pihak manajemen akan mampu meningkatkan kapasitas sesungguhnya dengan harga serendah mungkin.

Sumber: Eric Noreen, Debra Smith, dan James Mackey. "The Theory of Constraints and Its Implications for Management Accounting. Hal. 67.

Perhatikan Darimana Anda Memotong Biaya


Di sebuah rumah sakit, ruang gawat darurat menjadi sangat berantakan sehingga perlu ditutup untuk umum dan pasien selama lebih dari 36 jam dalam sebulan. Setelah diselidiki, kendalanya bukan pada ruang gawat darurat itu sendiri, melainkan pada staf kebersihan.

Untuk menghemat biaya, manajer di rumah sakit tersebut telah memecat petugas kebersihan. Kondisi ini mengakibatkan kondisi bottleneck pada ruang gawat darurat karena ruangan tidak cepat dibersihkan, sehingga karyawan ruang gawat darurat tidak dapat menolong pasien baru.

Menghentikan beberapa pekerja dengan gaji paling murah dari rumah sakit ternyata malah membuat beberapa karyawan rumah sakit yang bergaji tinggi dan peralatan rumah sakit yang sangat mahal menjadi menganggur.

Sumber: Tracey Burton-Houle. "AGI Continues to Steadily Make Advances With the Adaptation of TOC into Healthcare".

Kelemahan Just In Time


Sistem JIT memiliki beberapa keunggulan, tetapi sangat rentan terhadap gangguan pasokan bahan. Lini produksi dengan cepat menjadi macet begitu ada komponen penting yang tidak tersedia. Toyota yang menjadi pelopor sistem JIT juga mengalami bahwa ini adalah hal yang sangat sulit.

Pada hari Sabtu, pabrik Aisin Seiki Company yang berlokasi di prefektur Aichi yang menjadi pemasok rem bagi Toyota terbakar, sehingga pasokan bagi Toyota terhenti. Pada hari Selasa, Toyota terpaksa harus menghentikan seluruh aktivitas perakitannya. Ketika bagian yang rusak berhasil diperbaiki, Toyota telah kehilangan penjualan sebesar $15 miliar.

Sumber : "Toyota to Recalibrate' Just In Time". International Herald Tribune. 8 Februari 1997. Hal: 9.

Canon Menuju Selular


Canon telah sepenuhnya mengganti proses produksinya dalam pabrik mesin fotocopi, tidak lagi menggunakan sistem ban berjalan dan penggunaan peralatan berat yang sebelumnya merupakan inti dari lini perakitan. Canon telah menggantinya dengan mengadopsi sistem produksi sel dengan tim kecil yang terdiri atas enam pekerja yang berkonsentrasi pada pengembangan mesin fotocopi tipe tunggal. Tidak lagi dipasang permanen di lantai, peralatan produksi kini lebih ringan dan lebih ringkas, dan dapat diubah ke bentuk konfigurasi yang baru. Pekerja diharapkan mampu menyelesaikannya sediri.

Sebagai contoh, satu pekerja sekaligus memasang penutup untuk drum sensitif cahaya yang sedang mereka rakitkan ke dalam mesin fotokopi untuk mencegah debu dan cahaya yang merusaknya. Hasilnya, biaya perakitan dapat dipotong setengahnya dan produktivitas dapat ditingkatkan hingga 20%.

Sumber: William J. Holstein. "Canon Takes Aim at Xerox". Fortune. 14 Oktober 2002. Hal: 215-220.

Penanganan Persediaan di Porsche


Pengamat industri telah menghapuskan Porsche dari daftar pembuat mobil independen di awal tahun 1990-an. Penjualan tahun 1992 turun sampai di bawah 15.000 unit, atau hanya seperempat dari prestasi puncak tahun 1986 dan mengalami kerugian hingga $133 juta. Saat itulah Wendelin Wiedeking diangkat sebagai manajer puncak dari perusahaan terkemuka namun bermasalah tersebut.

Wiedeking mempekerjakan dua ahli efisiensi dari Jepang untuk mengatasi permasalahan tradisi Porsche. "Mereka segera dapat mengatasi tumpukan-tumpukan persediaan yang ada di lokasi perusahaan di Stuttgart. Satu orang spesialis menangani proses produksi dengan model roda putar. Pada saat para pekerja perakitan masih terheran-heran, dia melakukan pengamatan dan sampai pada tumpukan-tumpukan bahan baku yang ada di rak-rak".

Mereka melakukan perubahan besar-besaran. Proses perakitan menjadikan konsumsi waktu menurun drastis dari 120 jam menjadi hanya 60 jam untuk model 911 Carrera. Untuk mengembangkan model baru hanya dibutuhkan waktu tiga tahun dari tujuh tahun sebelumnya. Selain itu program pengendalian kualitas telah membantu menurunkan jumlah produk rusak. Hasilnya, penjualan perusahaan terdongkrak menjadi 34.000 unit mobil dengan laba $55 pada tahun terakhir.

Sumber: David Woodruff. "Porsche Is Back - and Then Some". Business Week. 15 September 1997. Hal: 57.

Apa yang Dibutuhkan?


Kontroler Mc Donald's menggambarkan karakteristik yang dibutuhkan oleh sebagian besar akuntan manajemen sebagai berikut:

"Semua telah mengasumsikan bahwa Anda telah mengetahui tugas Akuntan. Anda diharapkan untuk mengetahui implikasi pajak dari sebuah keputusan. Anda harus memahami aliran biaya dan informasi. Anda harus merasa nyaman dengan teknologi dan menjadi ahli dalam peranti lunak bisnis dan akuntansi perusahaan. Anda harus tau segalanya. Anda harus mengetahui apa yang dikerjakan orang di bagian pemasaran, teknik, sumberdaya manusia, dan departemen lainnya. Anda harus memahami bagaimana proses, departemen, dan fungsi bekerja bersama untuk menjalankan bisnis. Anda akan diharapkan untuk menyumbangkan ide pada rapat persiapan, sehingga Anda harus mengetahui gambaran secara keseluruhan, tetap fokus pada hasil akhir dan berpikir strategis".


Sumber: Gary Siegel, James E. Sorensen dan Sandra B. Richtermeyer. "Becoming a Business Partner: Part 2". Strategic Finance. October 2003. Hal. 37-41.

Lebih dari Sekedar Angka


Judy C. Lewent adalah CFO di Merck, sebuah perusahaan farmasi. Dia memimpin 750 orang dan terlibat dalam keputusan strategis perusahaan. Cynthia Beach, wakil presiden riset investasi global Goldman Sachs&Co., dia mengatakan hal berikut ini mengenai Lewent "Menurut pengamatan saya, Merck adalah salah satu perushaan yang dikelola dengan sangat baik, dan Judy adalah tokoh utamanya".

Presiden dan CEO Raymond Gilmartin menambahkan hal berikut ini "Banyak CFO menghabiskan waktunya untuk membuat dan menyajikan data keuangan secara terinci, tepat waktu, dan akurat beserta analisis kepada manajemen puncak. Padahal kita tidak boleh terlalu mengagung-agungkan data tersebut.

Bagi Judy, hal tersebut hanyalah salah satu hal yang sederhana dari berbagai hal yang dia sumbangkan bagi organisasi. Lewent membuat keputusan proyek pengembangan produk yang harus didanai, dan bagaimana merancang struktur waralaba produk, peluang akuisisi dan kesepakatan lisensi".

Sumber: Russ Banham, "Merck Grows Form the Inside Out, Powered by the CFO's Joint Ventures". CFO. October 2000. Hal: 69-70.

Informasi Apa yang Anda Miliki?


Caterpillar masuk kategori terdepan dalam penerapan akuntansi manajemen. Pada saat ditanyai oleh manajer mengenai biaya suatu produk, akuntan di Caterpillar telah dilatih untuk menanyakan "Untuk apakah informasi biaya tersebut?"

Salah satu akuntan manajemen Caterpillar menjelaskan "Kami ingin memastikan bahwa informasi telah diformat secara tepat dan berisi informasi yang sesuai. Apakah Anda membutuhkan biaya variabel, overhead yang dibebankan, ataukah Anda sedang membicarakan biaya opsional? Informasi biaya yang mereka butuhkan sangat tergantung pada jenis keputusan yang akan mereka ambil".

Sumber: Gary SIegel. "Practice Analysis: Adding Value". Strategic Finance, November 2000. Hal: 89-90.

Keputusan Real Time


Cisco System dan Alcoa merupakan perusahaan terkemuka dalam industrinya, dan manajemen akuntansi real time merupakan salah satu kunci sukses mereka. Para manajer di perusahaan ini dapat mengakses ke dalam sistem akuntansi manajemen mereka untuk mendapatkan data terakhir penjualan, margin, pesanan, beban dan data lainnya per daerah, per unit bisnis, per saluran distribusi, per tenaga penjualan, dan seterusnya.

Direktur keuangan (chief financial officer-CFO) Cisco, Larry Carter, mengatakan bahwa dengan tersedianya informasi tersebut "Anda dapat mempersenjatai seluruh tim manajemen dalam pembuatan keputusan".

Richard Kelson, CFO Alcoa, mengatakan "Semakin cepat Anda mendapatkan informasi, akan semakin mudah untuk memperbaiki kesalahan". Sebagai contoh, dengan menggunakan informasi yang terkini, manajer Alcoa mengetahui secara dini penurunan pasar pesawat terbang, dan dengan demikian mereka telah melakukan pergeseran produksi logam sebagai bahan dasar pembuatan pesawat terbang ke produk lain.

John Chamber, direktur utama (chief executive officer-CEO)Cisco mengatakan "Setiap kuartal, manajer lini memperoleh informasi margin dan produk serta mengetahui secara tepat dampak dari setiap keputusan yang dibuat".

Sumber : Thomas A. Stewart. "Making Decision in Real Time". Fortune, 26 Juni 2000. Hal: 332-333.

Pagi yang cerah




Selamat pagi...

Keramaian pagi ini dimulai dengan kumandang azan subuh yang bersahutan dari penjuru kompleks. Diikuti dengan kicauan burung-burung yang mempersiapkan diri mereka menjalani takdir hari ini. Matahari perlahan tapi pasti unjuk gigi atas kuasanya di bumi.

Pagi ini, seperti biasanya.
Matahari mengambil tugasnya Menyinari bumi, menerangkan alam dan mencerahkan hati.
Burung-burung dan hewan lainnya sibuk mencari makanan untuk mengenyangkan perut mereka.Anak-anak sekolah, penjaja makanan, sopir angkot, petugas kebersihan, penjaja koran, pegawai, mahasiswa, pengangguran, dan semua isi bumi mulai menggeliatkan tanda-tanda kehidupan.

Alam.. seperti biasanya, rutin, tak kenal lelah, tak kenal capek, tak kenal unjuk rasa. Komitmen alam sangat tinggi. Tanpa mereka tak ada pagi yang cerah, tak ada kegembiraan daun-daun yang membutuhkan cahaya untuk memasak makanannya, tak ada keceriaan anak-anak berangkat sekolah, tak ada senyum tukang koran, tak kan ada keindahan.

Masih mengantuk, lelah yang tak terhingga, berjuang menuju kamar mandi..
uuggkkkhh... BERHASIL. aku bangun, aku hidup, kuselesaikan hari, kubereskan jadwal, kuikuti komitmen alam.
ayo matahari temani aku...!!!

Hatiku separuh pulih dari kesuramannya, tapi mentari berhasil menghapus kelabunya.
Hatiku mulai cerah, sehangat mentari, seindah pagi..
semerdu nyanyian burung gereja yang membangun istananya di pohon palm samping kamarku.

Tak ada waktu untuk bersedih, tak ada tempat untuk mengeluh, tak cukup energi untuk berkeluh kesah.. Aku adalah bagaimana kuselesaikan hari ini.

TETAP SEMANGAT...
JUST DO IT..

Loyalitas Konyol...


Hari ini benar-benar menyebalkan... sangat-sangat menyebalkan.

Akhirnya kesabaran itu habis sudah, tak bisa lagi kutahan kemarahanku, tak bisa lagi kusembunyikan ledakan emosional itu. Biarlah, perduli setan dengan semua image, harga diri, sopan santun dan segala simbol-simbol kemunafikan lainnya..

Aku sudah muak...
Pada segala manipulasi, akal bulus dan senyuman palsu lainnya.
Pada segala basa basi yang tak penting.
seperti Kalian.... Gak penting, Gak ngaruh, kalian memuakkan...!!!

Kutuntaskan kemarahanku, kulepaskan atom-atom yang selama ini mengkristal.
Aku benci,Aku muak.....
Nikmatilah hidangan basi itu, nikmatilah kesuraman itu, ributkanlah hal-hal yang gak penting itu.. sampai kalian puas dan muntah.
Berharaplah pada kesepian, berTuhanlah pada kemunafikan, pupuk sesubur-suburnya iri hati dan dengki, biar tumbuh pohon besar pohon malapetaka yang rindang menaungi hati-hati yang busuk. Teruskanlah... teruskanlah.. jagalah dinasti kalian dengan baik, peliharalah.
Dan Jangan harap kegemilangan itu akan datang..

Hancurkan saja aku, biarkan menjadi puing-puing,
Lumatkan, biar menjadi debu agar aku bisa terbang terbawa angin,
menjauh dari kalian, dan menemukan tempat terbaik untuk menyusun puing-puing dan membangunnya menjadi menara yang tinggi.

Terima kasih atas segala pembelajaran terpahit, terima kasih atas segala pengalaman terburuk. Jauh sudah perjalanan hati untuk bersabar..
Kini tanda persimpangan telah terlihat, biarkan aku menujunya,
Beri aku jalan, beri aku selamat tinggal.

Jangan harapkan kembali hati yang tlah tersakiti...Aku berada di tempat yang salah, dengan orang-orang yang salah, dengan kehidupan yang salah.


hikcs...hicks....hicks....

CORE COMPETENCY


Puluhan ribu buruh di sejumlah daerah di Indonesia dirumahkan atau mengalami proses pemutusan hubungan kerja (PHK, menyusul krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan beberapa negara importir lain. Pesanan barang ekspor dari negara-negara tersebut menurun drastis, sehingga perusahaan yang menghasilkan produk ekspor, terpaksa merumahkan, bahkan mem-PHK karyawannya.

PHK bagi sebagian besar orang adalah sebuah momok yang menakutkan. Tuntutan kebutuhan hidup yang sangat tinggi membuat seorang kepala keluarga atau yang menjadi tulang punggung merasa depresi. Banyak diantara mereka yang mengalami kemunduran baik dalam ekonomi maupun status sosial. Gaya hidup yang selama ini dijalani terpaksa harus di ubah. Serta berbagai kesulitan-kesulitan lain yang tiba-tiba muncul menjadi persoalan berat.

Sebuah dialog televisi mengangkat tema "PHK dan Fenomenanya" inti dari dialog itu adalah bagaimana mentransformasi sebuah musibah PHK menjadi peluang. Ketika PHK itu datang, Banyak diantara kita yang hanya mengkonsentrasikan diri pada akibat-akibat negatif dari PHK. Namun tanpa kita sadari, ternyata banyak hal positif yang terlewat dari perhatian kita yang idealnya patut kita syukuri. Beberapa keuntungan (jika boleh dianggap keuntungan) dari PHK tersebut antara lain adalah:
1) Kita memiliki lebih banyak waktu luang yang dapat kita gunakan untuk keluarga, untuk membaca atau untuk menyalurkan hobi yang selama ini tidak sempat kita lakukan.
2) Dengan PHK kita terbebas dari segala sesuatu yang mungkin selama ini tidak kita sukai tetapi dengan terpaksa harus kita jalani, misalnya kita tidak suka dengan pekerjaan kita atau dengan atasan maupun dengan lingkungan kerja.
3) Kebebasan yang kita miliki dapat memberi kesempatan untuk kita melakukan sesuatu yang sangat kita sukai sekaligus mendatangkan keuntungan financial.
4) dan lain-lain.

Banyak diantara mereka yang mampu menciptakan peluang dari datangnya PHK mencapai sukses yang lebih tinggi. kemunduran ekonomi justru menjadi pemicu bagi mereka untuk membangun usaha sendiri. Tanpa disadari ternyata muncul jiwa enterpreneur yang selama ini tenggelam karena telah merasa nyaman dengan menjadi buruh. Perubahan pola pikirlah yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu yang selama ini kelihatannya mustahil. Pola pikir memberikan energi yang luar biasa, yang mampu mengarahkan seluruh sumber daya yang ada pada tujuan yang telah ditetapkan. Tentu saja diiringi dengan komitmen dan motivasi yang tinggi.

Pada sesi dialog tersebut juga dicontohkan bagaimana sebuah pikiran mengarahkan gerakan tanpa sadar dengan sendirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita akan bisa ketika kita berfikir bahwa kita bisa. Di ilustrasikan dengan seseorang yang memegang sebuah pendulum, pendulum tersebut berada pada posisi bebas, dan kita bisa menggerakkan arah pendulum itu hanya melalui pikiran. Berhasil..!! tanpa menggerakkan tangan, host yang menjadi model mampu menggerakkan pendulum ke arah manapun sesuai dengan apa yg dipikirkannya. Begitu pula dengan hal nya pikiran kita akan mampu menentukan arah hidup kemana yang akan kita tuju.

Dengan PHK kita diharapkan mampu mengelola pikiran, mengarahkan ke arah mana yang kita inginkan. Selama ini tanpa disadari mungkin seseorang berbakat menjadi penulis, tapi karena pekerjaan yang menyita waktu maka jadilah dia hanya seorang buruh. Atau mungkin dia berbakat jadi seorang pengusaha, tapi karena terlena dengan kemapanan gaji maka jiwa enterpreneurnya menjadi lenyap.

Mudah-mudahan rekan-rekan yang saat ini terkena PHK dapat mengubah keadaan ini menjadi peluang yang justru membuahkan kesuksesan. Dengan menemukan core competency seseorang maka dapat menciptakan bisnis yang hebat, pekerjaan yang disukai juga finansial yang memadai... semoga.

SEDEKAH VS PEMILU


Selasa pagi 04.30 - 05.30 di salah satu tv swasta, ada acara tausyiah dari ustad Yusuf Mansyur, yang diangkat seperti biasa topik "SEDEKAH". Kali ini beliau membahas fenomena sedekah dikaitkan dengan utang. Bagaimana sedekah dapat membawa seseorang menemukan jalan untuk melunasi utang-utangnya. Intinya, jangan takut sedekah, karena sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita tapi justru mengembalikannya dengan jumlah yang berlipat-lipat.
hhmmm.... sangat menarik. Tapi yang pasti luruskan niatnya dulu ya...

Allah sendiri telah menjanjikan, jika manusia mau bersedekah, maka Allah pasti akan menggantinya dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) kali lipat.
Dan, ini ada dasar hukumnya, yaitu tertulis di dalam Al-Qur'an Surat: 6, Ayat: 160, dimana Allah menjanjikan balasan 10 x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik. Bahkan di dalam Al-Qur'an Surat: 2, Ayat: 261, Allah menjanjikan balasan sampai 700 x lipat.

Menurut ustad muda ini, dengan berpedoman pada Al-Qur'an, maka kita bisa membuat "hitung-hitungan" matematika, yang disebutnya sebagai MATEMATIKA DASAR SEDEKAH.
Dia memberikan ilustrasinya bahwa 10 - 1 bukan 9 tetapi 19 ... ini menggunakan dasar, bahwa Allah membalas 10 x lipat pemberian kita.
Sehingga kalau dilanjutkan, maka akan ketemu ilustrasi seperti berikut ini:
10 - 2 = 28 ; 10 - 3 = 37 ; 10 - 4 = 46 ; 10 - 5 = 55 ; 10 - 6 = 64 ; 10 - 7 = 73 ;
10 - 8 = 82 ; 10 - 9 = 91 ; 10 - 10 = 100

Begitu juga dengan konsep hutang, Beliau mengilustrasikan bahwa ketika seseorang memiliki hutang sebesar 100 juta maka dia sebaiknya sedekah sebanyak 10 juta untuk memancing jalan membayar hutangnya. Jika tidak mampu sepuluh juta maka sedekahlah 1 juta untuk memancing yang 10 juta tadi, jika tidak mampu juga, maka sedekahlah 100 ribu saja.
hhmm.. kalau dipikir-pikir bagaimana jalannya ya, kok bisa???

Tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil, dalam dunia barat pun, yang notabene sangat berbeda pandangan dengan Islam, mereka pun menyepakati hal itu. Dalam buku "Secret" dijelaskan bahwa jika seseorang fokus pada sesuatu dan benar-benar menginginkannya maka seluruh energi didunia ini akan mendukung dan memberikan jalan untuk mencapai apa yang kita inginkan.

btw, klo Indonesia mau terbebas dari hutang luar negeri pun, bisa juga kita pake konsep sedekah ya..he..he.. (mudah2an ada orang pemerintahan yang nonton acara itu)

ngomong-ngomong soal politik,
Sekarang nih lagi rame-ramenya pemilu, tanggal 9 kemaren rakyat Indonesia menggunakan haknya untuk mencontreng caleg. Meskipun hasil pemilu rada kisruh tapi ya syukurlah udah selesai. Tadi malem malah ada debat di TVone membuka wacana gimana klo pemilu di ulang... wah gila apa??). Pemborosan besar2an tuh, mending duitnya di sedekahin aja, gimana??

Jam 05.30 acara Ustad Yusuf Mansyur selesai, ah.. masih pagi, sambil sarapan nonton berita dulu nih.
Pagi ini kabar datang dari para caleg yang kecewa, ada caleg ibu muda yang bunuh diri gara2 kalah pemilu, si ibu malu dan stress karena sudah mengucurkan dana lebih dari 200 juta. Ada juga 7 caleg yang masuk UGD karena serangan jantung. Banyak kader-kader partai yang ribut ke KPU dan lain-lain.

Yang lucu lagi, ada caleg yang mengambil kembali televisi yang sudah disumbangkan. waduuuh.. bener-bener keterlaluan ya.

Nah temen-temen, gimana gak pusing tuh..
Seandainya saja uang itu untuk sedekah, seandainya saja tv itu ikhlas disumbangkan, andai saja para caleg sudah mempersiapkan mentalnya dengan baik maka mustahil hal-hal memalukan itu terjadi.
Penghamburan uang dan harta yang tidak ada gunanya, boro-boro diganti Allah berlipat-lipat, justru malu dan kerugian yang bertubi-tubi datang akibat obsesi berlebihan dan strategi yang salah.

ooohhh.. caleg ku sayang... caleg ku malang....

Wise Word


"The art of being wise is the art of knowing what to overlook"

"If you wait for the perfect moment when all is safe and assured, it may never arrive"

"Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what you are doing, you will be successful".

"If you think you can, you can. And if you think you can't, you're right".

"If you want to be happy, set a goal that commands your thoughts, liberates your energy, and inspire your hopes".

DREAMS


"Don't be afraid of the space between your dreams and reality. If you can dream it, you can make it so" (Belva Davis)

Kata-kata motivasi dari Belva Davis tersebut seringkali menginspirasi seseorang untuk optimis dalam mewujudkan harapannya. Berbagai cara dilakukan untuk membuat motivasi itu tetap tinggi. Tapi pengaruh lingkungan dan suasana hati membuat motivasi itu menjadi up and down. Sulit sekali menjaga konsistensi dan komitmen untuk mencapai apa yang kita impikan.

Dulu waktu kecil aku bermimpi untuk menjadi dokter. Lalu berubah ingin menjadi guru, kemudian ingin menjadi bintang film. Berubah-ubah seiring pengaruh disekitar kita. Seorang anak kecil, tidak takut bermimpi. Mereka dengan mudahnya menyebutkan cita-citanya, dan tanpa malu-malu dan tanpa hentinya membicarakan apa yang menjadi mimpi-mimpinya.

Tetapi saat ini, kenapa untuk memimpikan sesuatu, hal yang sulit sedikit saja, aku takut. Takut malu, takut gagal, takut diledek orang, takut dicemooh dan lain-lain. Sambil bermimpi, kita menghitung hambatan dan rintangan. Sambil berharap kita memprediksi kegagalan. Paradigma itulah yang mengkungkung pikiran kita.

Kenapa siiiiihhh??????????
Bukannya bermimpi itu wajib hukumnya dimiliki...

Mimpi harusnya bukan hanya milik anak kecil, mimpi harusnya dimiliki oleh setiap orang. Mimpi memberikan panduan setiap langkah-langkah kecil kita menujunya. Setelah satu mimpi berhasil dicapai, langkah berikutnya adalah membangun mimpi lainnya. Bebaskan pikiran, fokuskan pada tujuan, buang sumbatan-sumbatan di otak yang akan menghalangi mimpi-mimpi kita.

Tanpa mimpi, kita jadi dungu.
Tanpa mimpi, kita jadi batu.
Tanpa mimpi, kita jadi benalu.
Without dreams, we are nothing.

Demi Masa


"Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beramal sholeh dan nasehat-nasehati dalam kebenaran dan kesabaran" (QS: Ashr 1-3)

Kehidupan bukanlah sebuah lingkaran yang tiada akhir, tetapi kehidupan adalah sebuah garis lurus yang akan terputus pada satu titik.

Waktu...
Sebuah fenomena yang seringkali saya, anda dan kita semua abaikan. Seakan dia tidak akan pernah berakhir, seakan kita mampu memeluknya sampai kapanpun. Dengan mudah kita mengabaikan waktu, meremehkan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya telah selesai.
Bukankah kita telah diperintahkan untuk bersegera menyelesaikan suatu urusan dan mulai menyelesaikan urusan yang lain.

Waktu ... laksana sebuah menara kartu yang bila kita salah start diawal maka akan menjadi kesalahan yang beruntun tanpa dapat dapat cegah. Menghabiskan waktu berjam-jam didepan televisi untuk sebuah tayangan yang remeh-temeh seakan lebih penting dibandingkan sholat magrib. Menghabiskan seharian di mall seakan lebih penting dibandingkan membaca jurnal. Melahap sebuah novel dan komik menjadi agenda rutin sementara membiarkan Al-Quran harus menunggu dengan sabar.

Yaaah... waktu..
Akan terus berlari kencang sementara kita terseok-seok mengejarnya.
Dia akan meninggalkan kita dengan atau tanpa kita mampu mengiringi langkahnya.
Tanpa terasa, jam, menit, detik, hari, bulan dan tahun terus bergulir tanpa dapat dihentikan.
Semua yang menjadi rencana tetaplah menjadi rencana.
Semua yang tertinggal akan tetap tertinggal.
Hanya mereka yang fighter dapat terus survive.
Hanya mereka yang menghargai waktu akan dapat mengikuti titik akhir perjalanan dengan sempurna.

Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang menghargai waktu.

Lirih


Chrisye - Lirih

Kini t’lah kusadari
Download Lirik Lagu Chrisye Lainnya di : www.TopLiRik.com


Dirimu t’lah jauh dari sisi

Ku tau tak mungkin kembali ku raih

Semua hanya mimpi

Ingin ku coba lagi

Mengulang yang telah terjadi

Tetapi semua sudah tak berarti

Kau tinggal pergi



Reff

Adakah kau mengerti kasih

Rindu hati ini

Tanpa kau di sisi

Mungkinkah kau percaya kasih

Bahwa diri ini

Ingin memiliki lagi



Kusadari kembali

Ternyata semua khayal diri

Kini ku tau tak mungkin ada waktu

Untuk mencintaimu lagi



Kembali ke Reff



Mungkinkah kau percaya kasih

Bahwa diri ini

Ingin memiliki lagi

Mungkinkah kau percaya kasih

Bahwa diri ini

Ingin memiliki lagi

Download Dari : www.TopLiRik.com

Ayah


Pagi itu... Rabu, 22 November 2006

Aku ingat sekali... pagi itu di masjid salah satu Rumah Sakit Islam dikotaku, dalam doa sholat dhuha ku, memohon kepada Allah SWT, pencipta langit dan bumi, penguasa atas jiwa manusia, untuk kesembuhan beliau. Dengan segala kepasrahan yang mendalam dan ketundukan jiwa, meminta ayahku kembali dari tidurnya yang dalam.
Sudah sepuluh hari tak ada tanda-tanda kembalinya kesadaran sang ayahanda.

7.30 ruang ICU dibuka, dokter datang dan aku terus membaca Al-Quran disamping beliau, berharap didalam tidurnya yang jauh, dia tetap mendengar dengan khusuk.
Tiba-tiba, matanya terbuka (setelah hampir 10 hari terpejam). Dengan gugup kupanggil dokter, kemudian kulihat sekujur tubuhnya merinding..
Ya robbi... apa yang terjadi....

Dengan segala ilmu pengetahuan paramedis berusaha menyentak jantung nya serta usaha-usaha kedokteran lainnya, dan segala kepanikan pun terjadi.

Tuhanku...
Aku harus siap untuk segala kemungkinan yang terjadi. Dengan ketenangan yang luar biasa (yang sampai saat ini pun sulit aku percaya). Aku terus mengucap kalimat-kalimat tauhid ditelinganya mengantar beliau menemui penciptaNya.

Akhirnya, dokter mengatakan bahwa beliau telah tiada. Tanpa pesan terakhir, tanpa berbagai wejangan, beliau pergi.. dengan sakit yang tiba-tiba, perawatan intensif rumah sakit tidak bisa mengembalikan kebugarannya. Tugasnya telah selesai, pengabdiannya untuk keluarga dan masyarakat telah tuntas. Tuhan telah berkenan menjemput apa yang menjadi hakNya. Seorang laki-laki yang telah 62 tahun menjalani takdirnya di alam dunia untuk bertemu dan mempertanggungjawabkan segalanya dipengadilan tertinggi.

Seorang suami yang keras dengan prinsip-prinsipnya, seorang ayah yang menjadi teladan bagi anak-anaknya, seorang sahabat, keluarga dan teman yang baik. Kami semua telah kehilangan sosok yang sangat dominan. Sampai saat ini segala sesuatu yang menjadi aturannya tetap dijalankan seolah-olah beliau masih ada di rumah. Terima kasih ayahku, hanya doa yang dapat kami sampaikan..

Maafkan kami yang tidak sempat membalas segala kasih dan teladanMu selama ini.
Maafkan kami atas segala salah dan khilaf yang pernah kau rasa namun tak pernah kau ungkap. Maafkan kami yang merasa besar dihadapanmu...

Setelah kau pergi, terasa kini betapa berat tugasmu selama ini,
terasa kini apa yang kami anggap mudah ternyata sulit sekali....

Selamat jalan Pahlawan kami, tiada setitikpun yang dapat kami lakukan untuk membalas jasa-jasamu...

Confirmation Trap


"Tuuuuh kan gw bilang juga ape..!!!"
"Barusan saja saya akan mengatakan hal itu.."
"Sebenernya gw udah feeling sih, cuma gak enak mo ngomong..."

Dalam pergaulan sehari-hari, Kalimat-kalimat itu sering kita dengar saat terjadi perbedaan pendapat diantara dua orang mengenai suatu hal. Sayangnya, kalimat itu muncul justru setelah terjadinya suatu peristiwa.
Itulah salah satu perilaku yang disandang manusia. Dalam ilmu psikologi hal itu disebut "Confirmation Trap".
Confirmation trap sering sekali dilakukan oleh siapa saja, terutama seseorang dengan karakter "Sanguinis", yaitu orang yang selalu ingin populer, dianggap benar dan menjadi pusat perhatian. Perilaku tersebut tentu saja untuk menutupi kelemahannya.

Kalau kita jeli memperhatikan para sanguinis di televisi, seperti artis, politisi dan pembesar-pembesar negeri ini, confirmation trap tidak pernah lepas dari kehidupan mereka.

Buat peraturan, klo hasilnya jelek, Cari alasan ...
Susun Undang-Undang, klo didemo, Saling menyalahkan...
Si Koruptor bangun mega proyek, klo gagal, cari kambing hitam...
Si artis mengexpose romantisme, klo cerai, Salahkan Tuhan...

Koruptor, Bankir, Pemerintah, Politisi, Pedagang, akademisi, mahasiswa dan semua profesi di negeri ini tidak terlepas dari perilaku confirmation trap.

Framing


Secara umum dalam proses pengambilan keputusan, seseorang akan berusaha untuk mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi sehingga keputusan yang diambil akan sesuai dengan preferensi risiko seseorang apakah risk averse atau risk seeking (Bazerman, 1994). Dengan memahami risiko yang akan dihadapi, pengambil keputusan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat dan mengevaluasi keputusan pada kondisi yang tidak pasti. Hal ini dapat mengakibatkan suatu keputusan lebih ditekankan pada prosesnya dibandingkan pada outcome keputusan tersebut. Sehingga perspektif ini memandang bahwa manajer akan membuat keputusan dengan lebih baik melalui penerimaan terhadap adanya kondisi tidak pasti tersebut dan dengan mempelajari bagaimana berpikir secara sistematis dalam lingkungan yang berisiko (Bazerman, 1994).

Expected utility theory secara historis memberikan model normatif dan deskriptif untuk pembuatan keputusan yang mengandung risiko. Teori ini beranggapan bahwa pembuat keputusan adalah seorang yang rasional (Rutledge dan Harrell, 1994). Morgan (1986), dalam Gudono dan Hartadi (1998), menyatakan bahwa pengambil keputusan dianggap mampu memproses informasi dengan sempurna untuk menentukan pilihan yang terbaik. Definisi rasionalitas masih banyak diperdebatkan, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa pilihan-pilihan yang rasional seharusnya dapat memenuhi beberapa persyaratan mendasar yaitu konsistensi dan koherensi dalam keputusan yang dibuat (Tversky dan Kahneman, 1981).

Namun demikian beberapa penelitian menemukan bahwa asumsi rasionalitas tersebut sering “dilanggar”. Salah satu faktor yang sering dianggap menyebabkan penyimpangan tersebut adalah jenis frame yang diadopsi oleh pembuat keputusan (Tversky dan Kahneman, 1981). Framing yang diadopsi ini dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Frame yang dihadapi tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan dan karakteristik pengambilan keputusan itu sendiri (Gudono dan Hartadi, 1998). Frame yang digunakan oleh Tversky dan Kahneman (1981), Gudono dan Hartadi (1998), dan Rutledge dan Harrell (1994) adalah positive and negative frame. Lipe (1993) dan Na’im (1998) menggunakan cost and loss frame. Dalam kondisi rugi atau negative framing, seseorang akan cenderung lebih nekat untuk menanggung risiko, karena kegagalan lebih lanjut akan menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan pada kondisi berhasil atau positive framing.

Bias framing inilah yang menjadi penekanan pada penelitian ini. Instrumen yang dikembangkan oleh peneliti menyajikan informasi yang telah dibingkai sedemikian rupa untuk dipilih sebagai alternatif keputusan. Kondisi ketidakpastian digambarkan dari latar belakang perusahaan yang ingin menentukan keputusan dalam pencapaian target laba dan memperluas pangsa pasar. Alternatif keputusan dapat berupa mempertahankan pada pasar domestik atau ekspor ke luar negeri, keduanya memiliki konsekuensi laba tertentu. Sedangkan preferensi risiko seseorang apakah dia seorang yang risk averse atau risk seeking dapat dilihat pada pilihan laba yang dibingkai sedemikian rupa atas dua pilihan tersebut.

Penjelasan terhadap pembingkaian informasi ini dikemukakan oleh Kahneman dan Tversky (1979) dalam teori prospek (prospect theory). Teori prospek menyatakan bahwa frame yang diadopsi seseorang dapat mempengaruhi keputusannya. Dalam teori prospek, hasil keputusan (outcomes) digambarkan sebagai deviasi positif atau negatif (keuntungan atau kerugian) dari suatu titik referen yang bersifat netral yang ditetapkan nilainya sebesar nol. Tversky dan Kahneman (1979, 1981) berpendapat bahwa fungsi nilai (value function) hasil penilaian subjektif pembuat keputusan berbentuk S yang kurvanya berbentuk cekung pada saat di atas titik referen dan cembung pada saat di bawah titik referen. Dari bentuk kurva seperti itu dapat dilihat bahwa seseorang akan merasakan seolah-olah nilai kekalahan sejumlah uang tertentu dalam suatu taruhan lebih besar daripada nilai kemenangan sejumlah uang yang sama sehingga dalam situasi rugi (losses) orang cenderung lebih nekat dalam menanggung risiko (risk-seeking). Teori ini menjelaskan bahwa frame yang diadopsi oleh pengambil keputusan dapat mempengaruhi hasil keputusannya.

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan hasil yang bervariasi dalam pengujian teori prospek. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gudono dan Hartadi (1998) yang menunjukkan perilaku orang Indonesia yang cenderung risk neutral ketika informasi yang disajikan positif dan menunjukkan perilaku yang sama (risk taker) ketika informasi disajikan secara negatif. Haryanto (2000) menguji pengaruh framing dan jabatan mengenai informasi investasi pada keputusan individu-kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa, framing dan jabatan mempengaruhi pengambilan keputusan individu-kelompok. Jika informasi disajikan dengan framing negatif, keputusan kelompok akan lebih berisiko dibandingkan keputusan individu, sedangkan untuk framing positif, keputusan kelompok kurang berisiko dibandingkan keputusan individu. Arifin (2004) melakukan pengujian atas teori prospek dan teori fuzzy-trace untuk melihat pengaruh framing pada keputusan akuntansi managerial dalam perspektif individu dan kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa teori fuzzy-trace lebih unggul dalam menjelaskan pengaruh framing dibandingkan teori prospek. Namun pengujian atas teori prospek tersebut diatas masih menggunakan jenis keputusan yang sederhana. Sehingga diperlukan pengujian kembali untuk jenis-jenis keputusan yang lebih kompleks.

Hasil penelitian Hodgkinson et al. (1999) mendukung teori prospek tersebut melalui pengujian terhadap partisipan yang diberikan pilihan keputusan dengan framing positif dan framing negatif. Partisipan diberikan alternatif penyajian informasi mengenai problem yang identik dalam segala hal kecuali penekanan pada potential gains (versi positif) atau pada potential losses (versi negatif). Dengan menggunakan uji chi-square, ditemukan bukti bahwa ketika diberikan framing positif, maka proporsi preferensi antara risk averse (22,7%) dengan risk seeking (27,3%) tidak terlalu berbeda dari masing-masing partisipan, namun ketika diberikan framing negatif, partisipan cenderung lebih risk seeking (45,5%) dibandingkan risk averse (4,5%). Hasil studi ini menunjukkan bahwa, framing bias bukan hanya terbatas pada masalah sederhana saja namun merupakan faktor yang secara potensial dapat mempengaruhi pengambilan keputusan strategik pada kondisi yang lebih kompleks.

Sumber: Yusnaini. Analisis Framing dan Causal Cognitive Mapping dalam Pengambilan Keputusan Strategik: Suatu Studi Eksperimental. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI), Vol. 9 No. 1 Januari 2006, Akreditasi No. 34/DIKTI/Kep./2003. ISSN 1410-6817

Nato


No Action Talk Only...
Itulah salah satu fenomena dunia kerja saat ini, saat orang lain berkeringat dan berpikir keras mengerjakan sesuatu, dia hanya bisa bicara, menilai, menuding dan mencari celah-celah kesalahan orang lain. Saat "si lebah pekerja" telah menyelesaikan sesuatu, dia akan tampil dipanggung megah dengan segala bualannya akan kehebatannya. Saat si lebah pekerja sedikit keliru, dia akan mempopulerkan lagu gunjingan. Saat si lebah kalap dan terbakar, dia lari menyelamatkan diri dan siap-siap dengan segala tameng kemunafikannya.

Hari itu, ada rapat lagi.. si NATO berkoar-koar lagi dengan segala ide jeniusnya, membuat si dungu2 meneteskan air liur kekagumannya. Si NATO bertindak bak pahlawan agung membela si rakyat miskin papa... si lebah pekerja muak tak tahan dengan segala ocehannya.
Ada juga si ular, senyum sana senyum sini, elegan, umpat sana umpat sini, saat bertuan dengan Nato dia menganguk-anggukkan patuknya, saat dibelakang Nato dia menjulurkan lidah berbisanya.
Berada di ruangan itu bak menonton sandiwara kampungan atau opera sabun murahan. menyesal juga tadi datang kesini, mending tidur atau nge-blok.
Saat ini lebih asyik bicara dengan hati nurani, dia baik, mau mendengar apa saja, mau menerima apa saja, koreksi nya tajam tanpa celah. Nurani tidak perlu didatangi jauh-jauh, dia dekaaat sekali, setia dan meluangkan waktu kapan saja dimana saja. Maka aku lebih suka dengan Nurani... Mendengarkan dia bicara, lebih indah daripada mengikuti seminar yang paling mahal sekalipun.

Simplifying Justification




Degg...!!
Apraisal kali ada ada 2 point yang harus diperhatikan:
1. Konfirmasi jadwal
2. Aproach ke mahasiswa yang minimalis

Point pertama jelas-jelas harus diklarifikasi, karena ada fakta dan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa hal itu tidak benar. Mudah-mudahan bisa dimengerti.
Point kedua, hal ini sangat abstrak dan banyak variabel kontijensi yang mempengaruhinya. mo dibantah, bisa jadi hal itu benar. mau dibenarkan, banyak juga fakta yang bertolak belakang dengan kondisi itu.

yeaaah.... memang tugas seorang leader berat, dalam seni memimpin kadang dituntut rasa keadilan dan kebijaksanaan yang tinggi dalam mengukur kinerja bawahannya.
Penyederhanaan suatu masalah atau "simplifying justification" merupakan salah satu teori yang menjelaskan bias dalam pengambilan keputusan.
Dalam bidang pendidikan yang notabene menjual "jasa", alat ukur yang digunakan memang harus benar2 valid dan reliabel.
Jika "informasi" dari salah satu pihak menjadi satu-satunya point of view dalam pengambilan keputusan, maka saya khawatir kebijakan yang diambil menjadi kurang optimal dan tidak selaras dengan goal utama suatu entitas bisnis.
Konfirmasi dan klarifikasi tentu saja harus terus-menerus dilakukan agar informasi yang diterima dapat menjadi data yang akurat bagi pembuat kebijakan dengan lebih tepat.

ok pak bos, terima kasih atas motivasinya.
dengan berbesar hati akan saya perbaiki apapun yang dikeluhkan, dengan tetap mempertimbangkan etika akademis tentunya.

Bad Habbit


Klo kejebak pak bos.. gimana ya...?
Lewat 15 menit niiihh... yah minta maaf aja deh, mo gimana lagi.

Pagi ini telat (lagi), duh jelek banget sih...

Sebenernya masalahnya klise, tadi malem novel setebal 10 cm "The Pilars of The Earth" karya Ken Follet, meminta perhatian penuh, kasian banget si "Tom" (lelaki lembut yang tangguh) harus kehilangan "Agnes" (istrinya) saat melahirkan anak ke-3 mereka ditengah hutan saat badai berkecamuk. Agnes mengalami pendarahan hebat setelah berjuang mengirimkan bayi mungilnya ke dunia. Dengan kesedihan mendalam Tom ditemani Martha dan Alfred menggali kuburan untuk ibu mereka. Idealisme seorang laki2 telah membuat tiga anak manusia menderita dalam kemiskinan. Tom tidak rela menghabiskan waktu di kota dengan jabatan tetap dan gaji bulanan yang dapat menyamankan kehidupan mereka.
Agnes yang setia terus mendampingi suaminya untuk mewujudkan cita-citanya membangun sebuah katedral. Yang lebih ironis, karena keterbatasan yang sangat, si Tom meninggalkan bayi mungilnya diatas kuburan ibunya dengan hanya diselimuti setengah mantelnya (setengahnya lagi telah dipotong dan dilemparkan ke api unggun karena penuh darah ibunya, juga untuk menghindari insting hewan hutan.
Saat membaca itu, aku kecewa sekali dengan Tom, kenapa tidak dibawa saja bayi itu dan diberikan kepada penduduk, atau dibawa sampai mati sekalipun rasanya tetap lebih baik daripada harus meninggalkannya. Sungguh tidak masuk akal untuk karakter seperti Tom. Dan kesedihanku terobati saat bab berikutnya Tom berbalik arah untuk mengambil bayinya kembali. Pokoke seruuuu bageeeet.... (jangan sampe ketinggalan, dapatkan kaset dan cd nya he..he...)

Akhirnya.. setelah tahajud, gak terasa mpe subuh tetap kekeh baca, jadi deh setelah itu ketiduran, tiba-tiba pagi, panik dan alhasil telat.
gawatnya lagi, dengan pd nya biasanya selalu ada yang nganter, ah 15 menit klo pake motor nyampe. eh ternyata semua pada sibuk masing-masing, yah apa boleh buat dengan semangat 45 naik bis kota. untungnya soal uas sudah beres, tinggal sharing trus ujian deh.

ok... pagi anak-anak...
ujian ya...
ya buuuuukkkk....
nih, soalnya ibu sharing.. jangan kerjasama ya...

he..he..he...

Privat Collection's


Sebenernya aku mo posting artikel-artikelku baik yang sudah di publish maupun yang belum, udah otak atik sana sini masih gak bisa juga. gimana caranya ya.. tolong dong bantuin...
klo sudah posting disini kan bisa sering dibaca, klo cuma disimpen di laptop doang, bisa-bisa lupa karena kelamaan gak dibaca lagi.
nah fren-fren.. bantuin yaaa.... tq..