Faktor Kontijensi pada Implementasi SIAKD



Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah merupakan paradigma yang berbeda dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di daerah bila dibandingkan dengan prinsip sentralisasi. melalui otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki otonomi yang lebih luas untuk mengelola sumber-sumber ekonomis daerah secara mandiri dan bertanggungjawab sehingga hasil pengelolaan sumber ekonomis tersebut dapat lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Salah satu letak perbedaan mendasar dalam otonomi daerah adalah terletak pada aspek akuntabilitas Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan sumber-sumber ekonomis. Sebelum otonomi daerah akuntabilitas pengelolaan keuangan (termasuk pengelolaan sumber-sumber ekonomis tersebut) bersifat vertikal kepada Pemerintah Pusat, setelah otonomi daerah akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah lebih bersifat horizontal kepada masyarakat yang ada di daerah. Pengelolaan sumber-sumber ekonomis erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah yang merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada publik di daerah.

Dalam upaya mencapai good goverment governance, pemerintah terus mengintensifkan langkah-langkah dalam pengelolaan keuangan daerah. Melalui berbagai Peraturan dan Undang-Undang, pemerintah terus meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas dalam mengelola keuangan daerah. Hal ini ditujukan dalam rangka mendapatkan kepercayaan publik dalam pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu ranah publik yang saat ini mendapatkan apresiasi tinggi dari masyarakat. Kondisi ini dipicu oleh maraknya kasus-kasus korupsi baik dalam bentuk suap maupun mark up dana proyek pemerintah dan berbagai bentuk kecurangan lainnya.

Pemerintah menterjemahkan tanggungjawab atas keuangan yang dikelolanya dalam bentuk penyampaian laporan keuangan. Untuk membantu penyusunan laporan keuangan, pemerintah membuat sistem akuntansi keuangan daerah. Sistem ini tentu saja sejalan dengan amanah Peraturan dan Undang-Undang yang mengatur hal ini. Dalam pengembangan sistem informasi akuntansi, pemerintah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 dan disempurnakan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan tersebut berusaha menyempurnakan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya tentang pengelolaan keuangan daerah. Peraturan ini berusaha mengarahkan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan. Implementasi sistem informasi keuangan daerah diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat tentang transparansi dan akuntabilitas lembaga sektor publik (Mardiasmo 2002).

Saat ini sistem informasi keuangan daerah yang diterapkan di Indonesia sudah diseragamkan. Sistem ini dibangun dengan bekerjasama dengan pihak pengembang sistem untuk memperoleh sistem yang andal. Tujuan keseragaman ini untuk memperoleh laporan keuangan yang online dan mudah diakses baik dipusat maupun daerah. Namun dalam implementasinya, banyak daerah yang masih belum menggunakan sistem yang baru. Hal ini tentu saja menghambat penerapan sistem yang seragam untuk seluruh wilayah Indonesia. Peneliti mengamati implementasi sistem di pemerintah daerah Sumatera Selatan baik dilingkungan provinsi dan beberapa kabupaten/kota. Pada wilayah Sumatera Selatan, terdapat beberapa pemerintahan daerah yang menerima dan ada yang menolak. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa terjadi hal demikian, padahal pemerintah pusat sudah memberikan beberapa dukungan untuk implementasi sistem. Dukungan tersebut antara lain diberikannya sofware sistem, disediakannya fasilitas komputer dan tenaga ahli untuk menjadi field support di masing-masing daerah. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui faktor-faktor perilaku dari pengguna sistem dalam pemanfaatan sistem yang baru.

Menurut pendapat Szajna dan Scammel (1993), kesuksesan pengembangan sistem informasi sangat tergantung pada kesesuaian harapan antara sistem analis, pemakai (User), sponsor dan costumer. Demikian pula Bodnar dan Hopwood (1995), berpendapat bahwa perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi, tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasional. Hal ini diperkuat oleh temuan McDermott (1987) bahwa terdapat kira-kira tiga puluh persen kegagalan pengembangan sistem informasi baru diakibatkan tidak memperhatikan aspek organisasional. Perubahan perilaku dan organisasional ini dapat berupa resistance to change. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi memerlukan suatu perencanaan dan implementasi yang hati-hati.

Untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan (resistance to change) maka diperlukan adanya partisipasi dari pemakai (Ginzberg, 1981; Szjana dan Scammel, 1993; Lawrence dan Low, 1993; Hunton dan Kenneth, 1994; McKeen dkk, 1994; Muntoro, 1994; Choe, 1996). Harapan dari berpartisipasinya pemakai dalam pengembangan sistem informasi adalah agar pemakai dapat memperoleh kepuasan atas sistem yang dikembangkan. Ives dan Olson (1984) melakukan telaah terhadap tujuh penelitian mengenai hubungan antara partisipasi pemakai dengan kepuasan pemakai, memperoleh hasil bahwa dua penelitian menunjukkan hasil yang positif, empat penelitian menunjukkan hasil negatif dan satu penelitian hasilnya mixed. Hasil yang tidak jelas (equivocal), ini disebabkan terbatasnya teori dan tidak lengkapnya metodologi. Demi merekonsiliasi kondisi tersebut, beberapa peneliti menggunakan pendekatan kontinjensi yang secara sistematis mengevaluasi berbagai kondisi atau variabel-variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi pemakai dalam pengembangan sistem informasi dengan kepuasan pemakai atas sistem tersebut. Ada banyak faktor yang kontinjensi yang dianggap berpengaruh pada hubungan antara partisipasi pemakai dengan kepuasan pemakai. Namun, dalam penelitian ini difokuskan pada lima faktor kontinjensi yaitu dukungan manajemen puncak, komunikasi pemakai – pengembang, kompleksitas tugas, kompleksitas sistem, dan pengaruh pemakai (user influence).

Peneliti memfokuskan pada lima faktor kontinjensi tersebut dikarenakan adanya research gap antara temuan penelitian yang dilakukan olehMcKeen (1994) dengan Grahita Chandrarin (1997), yakni menurut McKeen kompleksitas tugas sebagai pure moderator, sedangkan menurut Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro kompleksitas sebagai independent predictor. Research gap ini terjadi pada temuan penelitian McKeen (1994) dengan temuan penelitian Nurika Restuningdiah (1999), yakni temuan McKeen menunjukkan bahwa pengaruh pemakai sebagai Independent Predictor, sedangkan temuan Nurika Restuningdiah menunjukkan bahwa pengaruh pemakai sebagai quasi moderator. Demikian pula kontradiksi temuan terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh McKeen (994) dengan penelitian yang dilakukan oleh Robey dan Farrow (1982), yakni pengaruh pemakai dilaporkan McKeen sebagai independent predictor, sedangkan oleh Robey dan Farrow, pengaruh pemakai dilaporkan sebagai moderating variabel. Kontradiksi ini terjadi pula pada temuan penelitian Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro (1997) dengan temuan penelitian Nurika Restuningdiah (1999), yakni kompleksitas tugas oleh Grahita Chandrarin dan Nur Indriantoro dilaporkan sebagai independent predictor, sedangkan oleh Nurika Restuningdiah, kompleksitas tugas sebagai quasi moderator. Sementara temuan para peneliti ini menunjukkan pengaruh positif partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai, dengan besarnya pengaruh yang berbeda-beda dan fluktuatif.

Penelitian yang menguji tentang faktor-faktor psikologi telah dilakukan oleh Primasari dkk (2008). Penelitian tersebut menguji tentang variabel anteseden dan konsekuensi implementasi sistem informasi keuangan daerah pada propinsi Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa adaptasi pegawai dan pengaruh disain sistem berpengaruh terhadap implementasi sistem informasi dan pada akhirnya akan menciptakan kepuasan pegawai dan dihasilkannya kinerja yang tinggi.

Beberapa penelitian sebelumnya tersebut menggunakan setting pada organisasi privat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada pada penelitian Yusnaini (2008)menguji bagaimana jika teori-teori mengenai pengaruh partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai sistem informasi yang berada pada organisasi sektor publik. Dalam hal ini penelitian dilakukan pada lembaga pemerintahan daerah Sumatera Selatan dengan pegawai pemerintah sebagai subjek penelitian. Adapun teknologi informasi yang diteliti adalah penggunaan sistem informasi keuangan daerah.

Hasil Penelitian Yusnaini (2008) menunjukkan bahwa (a) Pengaruh partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai dalam pemanfaatan sistem informasi keuangan daerah di pemerintahan daerah Sumatera Selatan hanya sebesar 15% saja. Hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor-faktor lain (sebesar 85%) yang mempengaruhi kepuasan pemakai sistem informasi akuntansi keuangan daerah; (b) Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Dukungan Manajemen Puncak berpengaruh positif terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (c)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Pengaruh Pemakai berpengaruh positif terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (d)Sedangkan interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Komunikasi Pemakai Pengembang tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (e)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan Kompleksitas Sistem tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (f)Interaksi antara Partisipasi Pemakai dengan kompleksitas Tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pemakai sistem informasi keuangan daerah; (g)Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya mungkin saja karena karakteristik organisasi sektor publik (pemerintahan) berbeda dengan seting organisasi penelitian sebelumnya yang merupakan organisasi privat.

Sumber: Yusnaini. 2008. Pengaruh Partisipasi Pemakai Terhadap Kepuasan Pemakai Sistem Informasi Akuntansi Keuangan Daerah (SIAKD) pada Pemerintahan Daerah Sumatera Selatan. Penelitian Dosen dengan Dana Hibah Kopertis Wilayah II Tahun Anggaran 2008. Unpublish. Palembang.

2 komentar:

vaesnazakowski mengatakan...

Harrah's Casino Lake Tahoe - MapyRO
Get 안양 출장마사지 directions, reviews and information for Harrah's 양주 출장샵 Casino Lake Tahoe in 제주 출장마사지 Lake Tahoe, Stateline, NV. Harrah's Lake Tahoe 대구광역 출장안마 Casino 충청북도 출장안마 Resort is located in Stateline, Nevada and

Posting Komentar