Pusiiiingggg...


Hari ini pusing banget kepalaku, apa karena laper ya he...he... secara hari ini puasa dengan sahur yang sangat minimalis. Untung kelas pagi udah beres. Jadi pusingnya gak mengganggu aktivitas kelas.

HHmmm... padahal mesti kerja sampe malem nih. Masih ada 2 kampus lagi yang mesti dikunjungi. Kadang-kadang males banget mo melompat sana sini, Pengennya sih bisa konsentrasi di satu titik aja.. Tapi kelasnya nge-full, biar salarynya juga full he..he...

Klo dipikir-pikir repot juga jadi dosen terbang, kata temen2 thawaf keliling kota, kadang-kadang bingung sama mahasiswanya n mata kuliahnya nya. Klo pas mhs telpon tuh mesti jelas-jelas kasih identitas diri, klo gak, bakal bingung tuh. Terkadang juga lupa dengan jadwal ujian, eh pernah udah janji mid tes sm mhasiswanya tapi soal nya gak siap, kan jadi malu tuuuhh....

Yeeahhh.... dinikmatin aja deh, ini adalah pilihan karir yang aku sukai. Tentu saja aku juga harus manut dengan segala konsekuensinya.

Kapitalisme dan Ketamakan


Kapitalisme seringkali diasosiasikan dengan pelit, perilaku mementingkan diri sendiri, tetapi apakah ini hanya merupakan tuduhan? Para peneliti telah menjalankan beberapa variabel dalam penelitian berikut. Dua pemain yang dipilih secara acak yang saling tidak mengenal ditempatkan di ruangan yang berbeda. Pemain pertama diberikan $100 dan diminta untuk membagi uangnya, berapa pun, dengan pemain kedua. Pemain pertama dapat mengajukan pembagian $100/$0, $80/$20, $50/$50, atau kombinasi yang lain. Meskipun demikian, dalam aturan percobaan, pemain kedua diperbolehkan menolak tawaran dan dalam hal ini, kedua pemain tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dimainkan hanya sekali untuk setiap pasangan pemain.

Apa yang dilakukan oleh orang yang tamak? Pemain pertama yang tamak dan pelit beralasan bahwa pemain kedua akan bersedia menerima penawaran yang sekecil mungkin, katakanlah $10, karena $10 sudah lebih baik daripada tidak sama sekali. Meskipun demikian, dalam pengulangan percobaan, oang yang berperan sebagai pemain pertama biasanya jauh lebih berbaik hati daripada contoh ekstrem tersebut, dan orang yang berperan sebagai pemain kedua kadang menolak tawaran yang kecil, meskipun keduanya akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Lebih menarik lagi, respons antarkultur ternyata berbeda.

Ketika percobaan dilakukan pada petani dari Hamilton, Missouri, pemain pertama menawarkan rata-rata $48-sangat dekat dengan pembagian 50/50. Sebaliknya, rata-rata yang ditawarkan oleh pemain pertama dari suku Indian Quichua di Peru hanya $25. Indian Quichua merupakan subsistem dari masyarakat yang bertani dengan sistem tebas bakar (slash-and-burn)dengan sedikit perdagangan, sementara petani Hamilton, Missouri, hidup dalam perekonomian pasar kapitalis yang sangat berkembang. Percobaan ini juga diulang dibeberapa komunitas di seluruh dunia, dan secara konsisten menghasilkan kesimpulan bahwa ketamakan (rata-rata sedikit bagian yang ditawarkan oleh pemain pertama) diasosiasikan dengan masyarakat bukan pasar, prakapitalis. Sebaliknya, secara umum pada masyarakat yang berada di ekonomi lokal yang telah berkembang, tawaran pemain pertama mendekati pembagian 50/50.

Tidak jelas apa penyebab dan akibatnya. Apakah pasar membuat orang bertindak lebih tidak tamak atau penindasan dari ketamakan yang dibutuhkan sebagai prasyarat ekonomi pasar yang telah berkembang? Pada setiap tingkatan, ketamakan yang berlebihan kelihatannya lebih merupakan ciri dari orang yang hidup dalam masyarakat yang kurang berkembang, prakapitalis, daripada mereka yang hidup dalam perekonomian yang sudah berkembang.

Sumber : David Wessel. "Capital: The Civilizing Effet of The Market". The Wall Street Journal. 24 Januari 2002. Hal. A1.