Confirmation Trap


"Tuuuuh kan gw bilang juga ape..!!!"
"Barusan saja saya akan mengatakan hal itu.."
"Sebenernya gw udah feeling sih, cuma gak enak mo ngomong..."

Dalam pergaulan sehari-hari, Kalimat-kalimat itu sering kita dengar saat terjadi perbedaan pendapat diantara dua orang mengenai suatu hal. Sayangnya, kalimat itu muncul justru setelah terjadinya suatu peristiwa.
Itulah salah satu perilaku yang disandang manusia. Dalam ilmu psikologi hal itu disebut "Confirmation Trap".
Confirmation trap sering sekali dilakukan oleh siapa saja, terutama seseorang dengan karakter "Sanguinis", yaitu orang yang selalu ingin populer, dianggap benar dan menjadi pusat perhatian. Perilaku tersebut tentu saja untuk menutupi kelemahannya.

Kalau kita jeli memperhatikan para sanguinis di televisi, seperti artis, politisi dan pembesar-pembesar negeri ini, confirmation trap tidak pernah lepas dari kehidupan mereka.

Buat peraturan, klo hasilnya jelek, Cari alasan ...
Susun Undang-Undang, klo didemo, Saling menyalahkan...
Si Koruptor bangun mega proyek, klo gagal, cari kambing hitam...
Si artis mengexpose romantisme, klo cerai, Salahkan Tuhan...

Koruptor, Bankir, Pemerintah, Politisi, Pedagang, akademisi, mahasiswa dan semua profesi di negeri ini tidak terlepas dari perilaku confirmation trap.

Framing


Secara umum dalam proses pengambilan keputusan, seseorang akan berusaha untuk mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi sehingga keputusan yang diambil akan sesuai dengan preferensi risiko seseorang apakah risk averse atau risk seeking (Bazerman, 1994). Dengan memahami risiko yang akan dihadapi, pengambil keputusan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat dan mengevaluasi keputusan pada kondisi yang tidak pasti. Hal ini dapat mengakibatkan suatu keputusan lebih ditekankan pada prosesnya dibandingkan pada outcome keputusan tersebut. Sehingga perspektif ini memandang bahwa manajer akan membuat keputusan dengan lebih baik melalui penerimaan terhadap adanya kondisi tidak pasti tersebut dan dengan mempelajari bagaimana berpikir secara sistematis dalam lingkungan yang berisiko (Bazerman, 1994).

Expected utility theory secara historis memberikan model normatif dan deskriptif untuk pembuatan keputusan yang mengandung risiko. Teori ini beranggapan bahwa pembuat keputusan adalah seorang yang rasional (Rutledge dan Harrell, 1994). Morgan (1986), dalam Gudono dan Hartadi (1998), menyatakan bahwa pengambil keputusan dianggap mampu memproses informasi dengan sempurna untuk menentukan pilihan yang terbaik. Definisi rasionalitas masih banyak diperdebatkan, tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa pilihan-pilihan yang rasional seharusnya dapat memenuhi beberapa persyaratan mendasar yaitu konsistensi dan koherensi dalam keputusan yang dibuat (Tversky dan Kahneman, 1981).

Namun demikian beberapa penelitian menemukan bahwa asumsi rasionalitas tersebut sering “dilanggar”. Salah satu faktor yang sering dianggap menyebabkan penyimpangan tersebut adalah jenis frame yang diadopsi oleh pembuat keputusan (Tversky dan Kahneman, 1981). Framing yang diadopsi ini dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Frame yang dihadapi tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan dan karakteristik pengambilan keputusan itu sendiri (Gudono dan Hartadi, 1998). Frame yang digunakan oleh Tversky dan Kahneman (1981), Gudono dan Hartadi (1998), dan Rutledge dan Harrell (1994) adalah positive and negative frame. Lipe (1993) dan Na’im (1998) menggunakan cost and loss frame. Dalam kondisi rugi atau negative framing, seseorang akan cenderung lebih nekat untuk menanggung risiko, karena kegagalan lebih lanjut akan menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan pada kondisi berhasil atau positive framing.

Bias framing inilah yang menjadi penekanan pada penelitian ini. Instrumen yang dikembangkan oleh peneliti menyajikan informasi yang telah dibingkai sedemikian rupa untuk dipilih sebagai alternatif keputusan. Kondisi ketidakpastian digambarkan dari latar belakang perusahaan yang ingin menentukan keputusan dalam pencapaian target laba dan memperluas pangsa pasar. Alternatif keputusan dapat berupa mempertahankan pada pasar domestik atau ekspor ke luar negeri, keduanya memiliki konsekuensi laba tertentu. Sedangkan preferensi risiko seseorang apakah dia seorang yang risk averse atau risk seeking dapat dilihat pada pilihan laba yang dibingkai sedemikian rupa atas dua pilihan tersebut.

Penjelasan terhadap pembingkaian informasi ini dikemukakan oleh Kahneman dan Tversky (1979) dalam teori prospek (prospect theory). Teori prospek menyatakan bahwa frame yang diadopsi seseorang dapat mempengaruhi keputusannya. Dalam teori prospek, hasil keputusan (outcomes) digambarkan sebagai deviasi positif atau negatif (keuntungan atau kerugian) dari suatu titik referen yang bersifat netral yang ditetapkan nilainya sebesar nol. Tversky dan Kahneman (1979, 1981) berpendapat bahwa fungsi nilai (value function) hasil penilaian subjektif pembuat keputusan berbentuk S yang kurvanya berbentuk cekung pada saat di atas titik referen dan cembung pada saat di bawah titik referen. Dari bentuk kurva seperti itu dapat dilihat bahwa seseorang akan merasakan seolah-olah nilai kekalahan sejumlah uang tertentu dalam suatu taruhan lebih besar daripada nilai kemenangan sejumlah uang yang sama sehingga dalam situasi rugi (losses) orang cenderung lebih nekat dalam menanggung risiko (risk-seeking). Teori ini menjelaskan bahwa frame yang diadopsi oleh pengambil keputusan dapat mempengaruhi hasil keputusannya.

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan hasil yang bervariasi dalam pengujian teori prospek. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gudono dan Hartadi (1998) yang menunjukkan perilaku orang Indonesia yang cenderung risk neutral ketika informasi yang disajikan positif dan menunjukkan perilaku yang sama (risk taker) ketika informasi disajikan secara negatif. Haryanto (2000) menguji pengaruh framing dan jabatan mengenai informasi investasi pada keputusan individu-kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa, framing dan jabatan mempengaruhi pengambilan keputusan individu-kelompok. Jika informasi disajikan dengan framing negatif, keputusan kelompok akan lebih berisiko dibandingkan keputusan individu, sedangkan untuk framing positif, keputusan kelompok kurang berisiko dibandingkan keputusan individu. Arifin (2004) melakukan pengujian atas teori prospek dan teori fuzzy-trace untuk melihat pengaruh framing pada keputusan akuntansi managerial dalam perspektif individu dan kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa teori fuzzy-trace lebih unggul dalam menjelaskan pengaruh framing dibandingkan teori prospek. Namun pengujian atas teori prospek tersebut diatas masih menggunakan jenis keputusan yang sederhana. Sehingga diperlukan pengujian kembali untuk jenis-jenis keputusan yang lebih kompleks.

Hasil penelitian Hodgkinson et al. (1999) mendukung teori prospek tersebut melalui pengujian terhadap partisipan yang diberikan pilihan keputusan dengan framing positif dan framing negatif. Partisipan diberikan alternatif penyajian informasi mengenai problem yang identik dalam segala hal kecuali penekanan pada potential gains (versi positif) atau pada potential losses (versi negatif). Dengan menggunakan uji chi-square, ditemukan bukti bahwa ketika diberikan framing positif, maka proporsi preferensi antara risk averse (22,7%) dengan risk seeking (27,3%) tidak terlalu berbeda dari masing-masing partisipan, namun ketika diberikan framing negatif, partisipan cenderung lebih risk seeking (45,5%) dibandingkan risk averse (4,5%). Hasil studi ini menunjukkan bahwa, framing bias bukan hanya terbatas pada masalah sederhana saja namun merupakan faktor yang secara potensial dapat mempengaruhi pengambilan keputusan strategik pada kondisi yang lebih kompleks.

Sumber: Yusnaini. Analisis Framing dan Causal Cognitive Mapping dalam Pengambilan Keputusan Strategik: Suatu Studi Eksperimental. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI), Vol. 9 No. 1 Januari 2006, Akreditasi No. 34/DIKTI/Kep./2003. ISSN 1410-6817

Nato


No Action Talk Only...
Itulah salah satu fenomena dunia kerja saat ini, saat orang lain berkeringat dan berpikir keras mengerjakan sesuatu, dia hanya bisa bicara, menilai, menuding dan mencari celah-celah kesalahan orang lain. Saat "si lebah pekerja" telah menyelesaikan sesuatu, dia akan tampil dipanggung megah dengan segala bualannya akan kehebatannya. Saat si lebah pekerja sedikit keliru, dia akan mempopulerkan lagu gunjingan. Saat si lebah kalap dan terbakar, dia lari menyelamatkan diri dan siap-siap dengan segala tameng kemunafikannya.

Hari itu, ada rapat lagi.. si NATO berkoar-koar lagi dengan segala ide jeniusnya, membuat si dungu2 meneteskan air liur kekagumannya. Si NATO bertindak bak pahlawan agung membela si rakyat miskin papa... si lebah pekerja muak tak tahan dengan segala ocehannya.
Ada juga si ular, senyum sana senyum sini, elegan, umpat sana umpat sini, saat bertuan dengan Nato dia menganguk-anggukkan patuknya, saat dibelakang Nato dia menjulurkan lidah berbisanya.
Berada di ruangan itu bak menonton sandiwara kampungan atau opera sabun murahan. menyesal juga tadi datang kesini, mending tidur atau nge-blok.
Saat ini lebih asyik bicara dengan hati nurani, dia baik, mau mendengar apa saja, mau menerima apa saja, koreksi nya tajam tanpa celah. Nurani tidak perlu didatangi jauh-jauh, dia dekaaat sekali, setia dan meluangkan waktu kapan saja dimana saja. Maka aku lebih suka dengan Nurani... Mendengarkan dia bicara, lebih indah daripada mengikuti seminar yang paling mahal sekalipun.

Simplifying Justification




Degg...!!
Apraisal kali ada ada 2 point yang harus diperhatikan:
1. Konfirmasi jadwal
2. Aproach ke mahasiswa yang minimalis

Point pertama jelas-jelas harus diklarifikasi, karena ada fakta dan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa hal itu tidak benar. Mudah-mudahan bisa dimengerti.
Point kedua, hal ini sangat abstrak dan banyak variabel kontijensi yang mempengaruhinya. mo dibantah, bisa jadi hal itu benar. mau dibenarkan, banyak juga fakta yang bertolak belakang dengan kondisi itu.

yeaaah.... memang tugas seorang leader berat, dalam seni memimpin kadang dituntut rasa keadilan dan kebijaksanaan yang tinggi dalam mengukur kinerja bawahannya.
Penyederhanaan suatu masalah atau "simplifying justification" merupakan salah satu teori yang menjelaskan bias dalam pengambilan keputusan.
Dalam bidang pendidikan yang notabene menjual "jasa", alat ukur yang digunakan memang harus benar2 valid dan reliabel.
Jika "informasi" dari salah satu pihak menjadi satu-satunya point of view dalam pengambilan keputusan, maka saya khawatir kebijakan yang diambil menjadi kurang optimal dan tidak selaras dengan goal utama suatu entitas bisnis.
Konfirmasi dan klarifikasi tentu saja harus terus-menerus dilakukan agar informasi yang diterima dapat menjadi data yang akurat bagi pembuat kebijakan dengan lebih tepat.

ok pak bos, terima kasih atas motivasinya.
dengan berbesar hati akan saya perbaiki apapun yang dikeluhkan, dengan tetap mempertimbangkan etika akademis tentunya.

Bad Habbit


Klo kejebak pak bos.. gimana ya...?
Lewat 15 menit niiihh... yah minta maaf aja deh, mo gimana lagi.

Pagi ini telat (lagi), duh jelek banget sih...

Sebenernya masalahnya klise, tadi malem novel setebal 10 cm "The Pilars of The Earth" karya Ken Follet, meminta perhatian penuh, kasian banget si "Tom" (lelaki lembut yang tangguh) harus kehilangan "Agnes" (istrinya) saat melahirkan anak ke-3 mereka ditengah hutan saat badai berkecamuk. Agnes mengalami pendarahan hebat setelah berjuang mengirimkan bayi mungilnya ke dunia. Dengan kesedihan mendalam Tom ditemani Martha dan Alfred menggali kuburan untuk ibu mereka. Idealisme seorang laki2 telah membuat tiga anak manusia menderita dalam kemiskinan. Tom tidak rela menghabiskan waktu di kota dengan jabatan tetap dan gaji bulanan yang dapat menyamankan kehidupan mereka.
Agnes yang setia terus mendampingi suaminya untuk mewujudkan cita-citanya membangun sebuah katedral. Yang lebih ironis, karena keterbatasan yang sangat, si Tom meninggalkan bayi mungilnya diatas kuburan ibunya dengan hanya diselimuti setengah mantelnya (setengahnya lagi telah dipotong dan dilemparkan ke api unggun karena penuh darah ibunya, juga untuk menghindari insting hewan hutan.
Saat membaca itu, aku kecewa sekali dengan Tom, kenapa tidak dibawa saja bayi itu dan diberikan kepada penduduk, atau dibawa sampai mati sekalipun rasanya tetap lebih baik daripada harus meninggalkannya. Sungguh tidak masuk akal untuk karakter seperti Tom. Dan kesedihanku terobati saat bab berikutnya Tom berbalik arah untuk mengambil bayinya kembali. Pokoke seruuuu bageeeet.... (jangan sampe ketinggalan, dapatkan kaset dan cd nya he..he...)

Akhirnya.. setelah tahajud, gak terasa mpe subuh tetap kekeh baca, jadi deh setelah itu ketiduran, tiba-tiba pagi, panik dan alhasil telat.
gawatnya lagi, dengan pd nya biasanya selalu ada yang nganter, ah 15 menit klo pake motor nyampe. eh ternyata semua pada sibuk masing-masing, yah apa boleh buat dengan semangat 45 naik bis kota. untungnya soal uas sudah beres, tinggal sharing trus ujian deh.

ok... pagi anak-anak...
ujian ya...
ya buuuuukkkk....
nih, soalnya ibu sharing.. jangan kerjasama ya...

he..he..he...

Privat Collection's


Sebenernya aku mo posting artikel-artikelku baik yang sudah di publish maupun yang belum, udah otak atik sana sini masih gak bisa juga. gimana caranya ya.. tolong dong bantuin...
klo sudah posting disini kan bisa sering dibaca, klo cuma disimpen di laptop doang, bisa-bisa lupa karena kelamaan gak dibaca lagi.
nah fren-fren.. bantuin yaaa.... tq..

Harga sebuah Konsistensi


Si Bapak (via Telepon) : "Assalamu'alaikum ibu... ini saya, bu maaf anak saya mahasiswa ibu, mohon maaf ini bu, dia belum daftar praktikum, soalnya dia sibuk, bisa gak bu saya minta tolong anak saya, namanya Candra bu, bisa gak bu soalnya dia pengen buru-buru kelar?"
(si bapak adalah rekan kerja tapi beda fakultas)

saya : "Walaikum salaam, apa kabar pak? Oh, rasanya saya kenal anak bapak, dia lumayan aktif di kelas saya, apa masalahnya koq dia sampe gak daftar? padahal setiap kelas weekend kami ketemu. Waduh maaf Pak, bukannya saya gak mau bantu, tapi sekarang Ujian akhir sudah selesai, dan nilai sudah mesti diserahkan, dan tidak memungkinkan bagi saya untuk membantu dalam kasus ini, saya sarankan anak bapak untuk ikut Semester Pendek atau mengulang semester depan. Maaf ya pak.

(Dengan penutup obrolan yang cukup baik akhirnya si Bapak menerima... entah dengan ikhlas atau sebaliknya saya tidak tau )

Dilain waktu.. saat bertemu pada sebuah meeting di kampus...

Seorang teman meminta tolong diperhatikan keponakannya yang ikut di kelas saya. "Bu tolong ya, ponakan saya dibantu...". dengan santai saya tanya "siapa namanya pak?" oooh si anu... sebentar ya pak. saya ambil presensi kelas dan daftar nilai sementara.. saya tunjukkan pada teman tersebut. "Maaf Pak, bukannya saya gak mau membantu, tapi coba lihat, dia cuma satu kali masuk". Hanya ada satu paraf si mahasiswa dan kolom kehadiran lainnya penuh dengan tanda silang. "Coba bapak liat daftar nilai ini pak, sudah ada 12 item penilaian untuk setiap mahasiswa, baik nilai kuis, paper, presentasi dan uts, sementara dia belum ada satupun, gimana Pak, apa yang harus saya lakukan?" Dengan muka masam si Bapak meninggalkan meja dan berlalu.

dan masih banyak peristiwa-peristiwa lainnya yang relevan.

Oh Tuhan....
betapa sulit menjaga sebuah konsistensi.
dibilang "sok idealis" dibilang "killer", dicemooh dll ... monggo aja
terserah deh...
sudah terlalu sering aku merenung, dunia akan tetap seperti ini meskipun aku berbuat segala kecurangan untuk menyenangkan "mereka".
dunia tetap akan mengecam meskipun aku tiarap dan merunduk pada kebatilan.
maka, biarkan hati nurani berbicara dan menjadi raja yang memegang tongkat komando dalam setiap gerak nafas kehidupanku.
Semoga Allah menolong orang-orang yang bersabar...